Langsung ke konten utama

Tuhan dan Tukang Kerupuk

Di suatu sudut pasar yang ramai, ada sebuah warung kopi sederhana yang selalu penuh dengan obrolan seru setiap pagi. Warung itu milik Pak Surip, seorang pria setengah baya yang senyumnya selalu merekah meski hidupnya sederhana. Di sinilah berbagai cerita kehidupan bercampur dengan aroma kopi hitam pekat.

Suatu pagi, Warno, penjual kerupuk keliling, duduk di salah satu bangku kayu warung tersebut. Hatinya gundah, sebab dagangannya makin hari makin sepi pembeli. Di hadapannya, cangkir kopi yang dipesannya tak disentuh, hanya mengepulkan asap tipis.

Pak Surip, yang tengah membersihkan meja, melihat Warno termenung. “Pagi-pagi kok murung, No? Nggak biasanya,” tanyanya sembari duduk di depan Warno.

Warno mengangkat wajahnya yang lelah, menghela napas panjang. “Begini, Pak. Dagangan makin sepi. Utang menumpuk. Hidup kok rasanya berat banget. Kadang, saya berpikir, Tuhan itu ngerti nggak sih, susahnya hidup ini?”

Pak Surip tersenyum, menepuk bahu Warno dengan ramah. “Kalau begitu, kenapa nggak coba ngobrol sama Tuhan? Dia pasti dengar kok, walau kita sering merasa nggak ada jawabannya.”

Warno menggeleng, tertawa getir. “Ah, Pak. Tuhan itu jauh. Saya cuma penjual kerupuk yang cuma bisa berharap.”

“Tuhan nggak sejauh itu, No. Dia sering mampir ke warung ini, lho,” kata Pak Surip dengan nada bercanda. “Coba saja panggil Dia. Siapa tahu Dia duduk di sebelah kamu sekarang.”

Warno tertawa kecil, setengah tak percaya. “Kalau begitu, saya akan coba.”

Warno menutup mata, seakan hendak memanggil Tuhan. “Tuhan, kalau Engkau ada di sini, dengarkan keluhan saya. Hidup ini berat, dagangan sepi, utang makin menumpuk. Kenapa Engkau biarkan ini terjadi?”

Tak ada jawaban langsung, hanya suara hiruk pikuk pasar yang menemani. Namun, tiba-tiba, dari bangku sebelahnya, terdengar suara berat tapi lembut, “Warno, hidup memang tidak selalu mudah. Tapi setiap kesulitan itu ada maksudnya, dan setiap usaha yang kamu lakukan adalah bagian dari perjuanganmu.”

Warno membuka matanya, mencari sumber suara. Di sebelahnya, seorang pria tua dengan jenggot putih tersenyum padanya. Warno terkejut, “Siapa Bapak? Apakah Bapak ini Tuhan?”

Pria tua itu tertawa, “Aku hanyalah suara dari hatimu yang mencoba menenangkan. Kesulitan yang kamu hadapi adalah bagian dari perjalananmu, Warno. Kadang, Tuhan tidak memberi jalan yang mudah, tapi Dia selalu ada memberi kekuatan. Kau tahu? Setiap kerupuk yang kau jual, setiap langkah yang kau tempuh, itulah yang membuatmu tetap hidup. Jangan berhenti.”

Warno merasa sedikit lega mendengar kata-kata itu. “Tapi bagaimana saya bisa terus berjuang kalau terus begini?”

Pria tua itu menatapnya dengan bijak. “Lihatlah sekelilingmu, Warno. Setiap orang di sini berjuang dengan cara mereka masing-masing. Pak Surip dengan warung kopinya, pedagang lain dengan barang dagangannya. Tuhan tidak memberi kita apa yang kita inginkan secara instan, tapi Dia memberi kita kekuatan untuk terus berusaha.”

Warno mengangguk perlahan, mulai merasakan beban di hatinya sedikit berkurang. Ia melihat Pak Surip tersenyum padanya, seolah tahu bahwa percakapan tadi telah menguatkannya.

Hari itu, Warno kembali berjualan kerupuk dengan semangat baru. Setiap langkah yang diambilnya kini diiringi dengan keyakinan bahwa meskipun Tuhan tidak selalu memberikan kemudahan, Dia selalu memberi kekuatan untuk terus melangkah. Dan di sudut pasar yang ramai itu, Warno menemukan Tuhan dalam bentuk keberanian dan keteguhan hati.

Malamnya, saat Warno pulang dengan sisa dagangannya, ia berhenti sejenak di bawah langit malam, memandang bintang-bintang. Dengan senyum kecil, ia berkata pada dirinya sendiri, “Tuhan mungkin tidak memberi jawaban yang instan, tapi Dia memberi semangat untuk terus mencoba. Terima kasih, Tuhan, atas setiap langkah yang telah Kau bimbing.”

Komentar

Tulisan Populer

Apa Beda Suka, Senang, dan Cinta?

Apa beda suka, senang, dan cinta? Selama anda masih belum bisa membedakan ketiga hal itu, maka anda akan salah dalam memaknai cinta. Saya ilustrasikan dalam cerita, Anda membeli hp Android karena melihat banyak teman-teman yang memilikinya dan terlihat keren, saat itu anda berada di wilayah SUKA. Dan suka merupakan wilayah NAFSU. Ketika anda mengetahui fitur, fasilitas dan manfaat Android yang lebih hebat dibandingkan HP jenis lain, maka saat itu anda berada diwilayah SENANG. Dan senang itu tidak menentu, dapat berubah-ubah tergantung kepada MOOD. Saat BOSAN, bersiaplah untuk mengganti HP jenis baru yang lebih canggih. Jadi jelaslah bahwa, Selama ini CINTA yang kita yakini sebagai cinta baru berada dalam wilayah SUKA dan SENANG. BOHONG! Jika anda berkata, gue JATUH CINTA pada pandangan pertama. Sesungguhnya saat itu anda sedang berkata, gue NAFSU dalam pandangan pertama. Mengapa demikian? Karena cinta yang anda maknai baru sebatas SUKA. Suka dengan wajahnya yang cantik, se...

Benturan antara Idealisme dan Realitas

Sendy, sosok aktivis pergerakan mahasiswa yang idealis dan bertanggung jawab dalam memegang amanah di organisasinya. Dalam aksi, dia sering menjadi koordinator lapangan, mempimpin aksi. Mulai dari kebijakan kampus hingga kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang tidak memihak kepada rakyat maka Sendy pasti membelanya dengan mengadakan aksi jalanan. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya saat orasi, seolah menghipnotis yang mendengarnya, karena di bawakan dengan semangat dan mampu menggerakan massa dengan baik. Selang 6 tahun, saat ia meninggalkan kehidupan kampus dan menjadi pengusaha. Sendy menjadi opportunis dan pragmatis. Mengapa? Karena uang lah yang menjadi segalanya, dan kepentingan lah yang menjadi prioritasnya. Bukan karena lupa nya idealisme yang ia pegang selama ia jadi mahasiswa, namun semuanya berubah ketika uang berbicara. Apalagi saat ini Sendy telah berkeluarga dengan Fenny, aktivis pergerakan mahasiswi yang satu organisasi dengannya. Sendy dan Fenny memiliki 3 ora...