Langsung ke konten utama

Pluralisme menurut Perspektif Gusdur

Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur, mengemukakan pluralisme sebagai prinsip penting dalam kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia. Dalam karyanya “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”, ia menekankan bahwa pluralisme bukan hanya tentang toleransi, tetapi juga tentang penerimaan dan penghargaan terhadap keberagaman. “Pluralisme adalah pengakuan akan kenyataan bahwa ada banyak jalan menuju Tuhan,” tulisnya, menggambarkan visinya tentang kebersamaan yang mengakui perbedaan sebagai bagian integral dari kehidupan.

Gus Dur memandang masalah utama dalam masyarakat adalah kecenderungan untuk memaksakan pandangan tunggal yang homogen, yang dapat memicu konflik dan ketegangan antar kelompok. Dia mengkritik pemahaman sempit yang berusaha mengingkari keberagaman yang ada. Menurutnya, solusi dari masalah ini adalah penerimaan aktif terhadap pluralisme, yang berarti tidak hanya mengizinkan perbedaan, tetapi juga merayakan keunikan setiap kelompok.

Dalam perjalanannya sebagai pemimpin, Gus Dur mendorong pendekatan pluralis melalui berbagai kebijakan dan tindakan yang menegaskan bahwa semua agama dan kepercayaan memiliki hak yang sama. “Kita tidak bisa hanya bertoleransi, kita harus mengakui dan menghormati keberadaan serta hak-hak yang dimiliki oleh setiap komunitas,” ujarnya, menegaskan perbandingan antara sekadar toleransi dan pluralisme sejati.

Reflektif terhadap perkembangan zaman, Gus Dur berpendapat bahwa pluralisme adalah kunci untuk membangun masyarakat yang harmonis dan adil. Dalam konteks Indonesia yang majemuk, ia melihat pluralisme sebagai landasan yang memungkinkan setiap individu untuk hidup berdampingan dalam damai. Dengan pandangannya ini, Gus Dur mengajak kita untuk melihat pluralisme sebagai kekuatan yang memperkaya kehidupan bersama dan menciptakan masa depan yang inklusif serta penuh penghargaan terhadap perbedaan.

Komentar

Tulisan Populer

Apa Beda Suka, Senang, dan Cinta?

Apa beda suka, senang, dan cinta? Selama anda masih belum bisa membedakan ketiga hal itu, maka anda akan salah dalam memaknai cinta. Saya ilustrasikan dalam cerita, Anda membeli hp Android karena melihat banyak teman-teman yang memilikinya dan terlihat keren, saat itu anda berada di wilayah SUKA. Dan suka merupakan wilayah NAFSU. Ketika anda mengetahui fitur, fasilitas dan manfaat Android yang lebih hebat dibandingkan HP jenis lain, maka saat itu anda berada diwilayah SENANG. Dan senang itu tidak menentu, dapat berubah-ubah tergantung kepada MOOD. Saat BOSAN, bersiaplah untuk mengganti HP jenis baru yang lebih canggih. Jadi jelaslah bahwa, Selama ini CINTA yang kita yakini sebagai cinta baru berada dalam wilayah SUKA dan SENANG. BOHONG! Jika anda berkata, gue JATUH CINTA pada pandangan pertama. Sesungguhnya saat itu anda sedang berkata, gue NAFSU dalam pandangan pertama. Mengapa demikian? Karena cinta yang anda maknai baru sebatas SUKA. Suka dengan wajahnya yang cantik, se...

Benturan antara Idealisme dan Realitas

Sendy, sosok aktivis pergerakan mahasiswa yang idealis dan bertanggung jawab dalam memegang amanah di organisasinya. Dalam aksi, dia sering menjadi koordinator lapangan, mempimpin aksi. Mulai dari kebijakan kampus hingga kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang tidak memihak kepada rakyat maka Sendy pasti membelanya dengan mengadakan aksi jalanan. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya saat orasi, seolah menghipnotis yang mendengarnya, karena di bawakan dengan semangat dan mampu menggerakan massa dengan baik. Selang 6 tahun, saat ia meninggalkan kehidupan kampus dan menjadi pengusaha. Sendy menjadi opportunis dan pragmatis. Mengapa? Karena uang lah yang menjadi segalanya, dan kepentingan lah yang menjadi prioritasnya. Bukan karena lupa nya idealisme yang ia pegang selama ia jadi mahasiswa, namun semuanya berubah ketika uang berbicara. Apalagi saat ini Sendy telah berkeluarga dengan Fenny, aktivis pergerakan mahasiswi yang satu organisasi dengannya. Sendy dan Fenny memiliki 3 ora...