Langsung ke konten utama

Mati Sebelum Mati

Dalam tradisi sufisme Islam di Jawa, Syekh Siti Jenar dikenal dengan ajarannya yang mendalam dan kontemplatif mengenai hubungan antara manusia dan Sang Pencipta. Salah satu konsep paling berpengaruh dan kontroversial dalam ajarannya adalah mati sebelum mati (maut qabla al-maut). Konsep ini mengajak setiap individu untuk mencapai pemahaman spiritual yang lebih tinggi melalui kematian ego dan transformasi batin sebelum kematian fisik. Ajaran ini tidak hanya menantang cara berpikir konvensional tentang kehidupan dan kematian tetapi juga menawarkan cara untuk memahami makna sejati dari eksistensi manusia.


𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐩 𝐌𝐚𝐭𝐢 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐌𝐚𝐭𝐢
Syekh Siti Jenar mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi transisi menuju kesadaran yang lebih tinggi. Baginya, mati sebelum mati adalah proses spiritual di mana seseorang membebaskan diri dari keterikatan duniawi dan egois, mencapai keadaan kesadaran di mana keberadaan diri larut dalam kehadiran Ilahi.

Dalam kitab Suluk Linglung yang memuat ajaran Syekh Siti Jenar, disebutkan: 𝐖𝐮𝐣𝐮𝐝 𝐢𝐭𝐮 𝐡𝐚𝐧𝐲𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐛𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐫𝐢, 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐮𝐧𝐜𝐮𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐦𝐚𝐫𝐭𝐚𝐛𝐚𝐭 𝐛𝐮𝐝𝐢. 𝐁𝐢𝐥𝐚 𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐚𝐭𝐢 𝐬𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐦𝐚𝐭𝐢, 𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐛𝐞𝐫𝐭𝐞𝐦𝐮 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐭𝐢.

Pernyataan ini menekankan bahwa selama manusia masih terikat oleh egonya, ia tidak akan dapat menemukan kehidupan sejati yang hanya dapat diraih melalui kematian ego sebelum kematian fisik.

𝐏𝐫𝐨𝐬𝐞𝐬 𝐏𝐞𝐧𝐠𝐨𝐬𝐨𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐃𝐢𝐫𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐦𝐚𝐭𝐢𝐚𝐧 𝐄𝐠𝐨
Menurut Syekh Siti Jenar, "mati sebelum mati" melibatkan proses pengosongan diri dari semua bentuk keterikatan duniawi, keinginan, dan nafsu. Ego, yang sering kali menjadi penghalang utama dalam perjalanan spiritual, harus "mati" agar seseorang dapat mencapai kebebasan sejati. Ini adalah kematian simbolis dari aspek-aspek yang membuat seseorang terpisah dari esensi spiritualnya.

Dalam kitab Ajining Diri, Syekh Siti Jenar menulis:
𝐘𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐬𝐞𝐛𝐮𝐭 𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩 𝐚𝐝𝐚𝐥𝐚𝐡 𝐤𝐞𝐭𝐢𝐤𝐚 𝐬𝐞𝐬𝐞𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐚𝐦𝐩𝐮 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐞𝐛𝐚𝐬𝐤𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐫𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭-𝐬𝐢𝐟𝐚𝐭 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐭𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐦𝐛𝐚𝐥𝐢 𝐤𝐞 𝐤𝐞𝐚𝐝𝐚𝐚𝐧 𝐦𝐮𝐫𝐧𝐢 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐬𝐞𝐤𝐚𝐭𝐚𝐧.

Proses ini mengharuskan seseorang untuk mengatasi nafsu dan keinginan duniawi, dan melalui pengendalian diri, meditas, dan refleksi spiritual, seseorang dapat mengalami *"kematian"* dari aspek-aspek yang tidak sejati dalam dirinya.

𝐊𝐞𝐬𝐚𝐝𝐚𝐫𝐚𝐧 𝐃𝐢𝐫𝐢 𝐝𝐚𝐧 𝐊𝐨𝐧𝐞𝐤𝐬𝐢 𝐝𝐞𝐧𝐠𝐚𝐧 𝐈𝐥𝐚𝐡𝐢
Syekh Siti Jenar juga mengajarkan bahwa melalui mati sebelum mati, seseorang dapat mencapai kesadaran yang lebih tinggi, di mana batas-batas antara diri dan Tuhan mulai menghilang. Dalam keadaan ini, individu tidak lagi merasa terpisah dari Tuhan tetapi mengalami kehadiran-Nya dalam setiap aspek kehidupan.

Ajaran ini sejalan dengan konsep Wahdatul Wujud (kesatuan wujud), di mana seluruh alam semesta dipandang sebagai manifestasi dari wujud Ilahi. Dalam keadaan kesadaran ini, seseorang memahami bahwa segala sesuatu adalah satu kesatuan dengan Tuhan, dan kematian ego memungkinkan individu untuk merasakan dan memahami kesatuan tersebut secara mendalam.

𝐏𝐞𝐧𝐞𝐫𝐚𝐩𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐥𝐚𝐦 𝐊𝐞𝐡𝐢𝐝𝐮𝐩𝐚𝐧 𝐒𝐞𝐡𝐚𝐫𝐢-𝐇𝐚𝐫𝐢
Mati sebelum mati bukan hanya konsep teoretis tetapi juga memiliki implikasi praktis dalam kehidupan sehari-hari. Ini mengajarkan kita untuk hidup dengan kesadaran penuh dan tidak terikat pada hal-hal material dan egois. Dengan menjalani kehidupan yang didasarkan pada prinsip-prinsip spiritual, seseorang dapat mencapai kedamaian batin dan kebebasan dari penderitaan yang disebabkan oleh keterikatan duniawi.

Dalam kitab Suluk Wujil, terdapat pengingat bahwa: 𝐈𝐭𝐮 𝐭𝐚𝐧𝐩𝐚 𝐨𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐛𝐚𝐢𝐤 𝐡𝐚𝐭𝐢𝐧𝐲𝐚, 𝐣𝐢𝐤𝐚 𝐞𝐧𝐠𝐤𝐚𝐮 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐛𝐞𝐫𝐩𝐚𝐮𝐭 𝐩𝐚𝐝𝐚 𝐤𝐞𝐚𝐝𝐚𝐚𝐧 𝐝𝐮𝐧𝐢𝐚, 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐚𝐩𝐚𝐢 𝐬𝐞𝐣𝐚𝐭𝐢.

Ini menunjukkan pentingnya hidup dengan kesadaran spiritual, melepaskan keterikatan pada hal-hal duniawi, dan fokus pada hubungan dengan Tuhan untuk mencapai keadaan sejati.

𝐊𝐞𝐬𝐢𝐦𝐩𝐮𝐥𝐚𝐧
Ajaran Syekh Siti Jenar tentang mati sebelum mati adalah panggilan untuk introspeksi mendalam dan transformasi spiritual. Melalui kematian ego dan pengosongan diri dari semua bentuk keterikatan duniawi, seseorang dapat mencapai kesadaran yang lebih tinggi dan merasakan kesatuan dengan Tuhan. Konsep ini mengingatkan kita bahwa hidup sejati dimulai dari dalam diri, dari mati sebelum mati, di mana kita melepaskan semua yang tidak sejati dan kembali kepada sumber spiritual kita yang sejati.

Ajaran Syekh Siti Jenar mengajak kita untuk tidak hanya memahami kematian sebagai akhir, tetapi juga sebagai peluang untuk kebangkitan spiritual, menjadikan setiap hari sebagai kesempatan untuk mati dari ego kita dan hidup dalam kesadaran yang penuh.

Komentar

Tulisan Populer

Apa Beda Suka, Senang, dan Cinta?

Apa beda suka, senang, dan cinta? Selama anda masih belum bisa membedakan ketiga hal itu, maka anda akan salah dalam memaknai cinta. Saya ilustrasikan dalam cerita, Anda membeli hp Android karena melihat banyak teman-teman yang memilikinya dan terlihat keren, saat itu anda berada di wilayah SUKA. Dan suka merupakan wilayah NAFSU. Ketika anda mengetahui fitur, fasilitas dan manfaat Android yang lebih hebat dibandingkan HP jenis lain, maka saat itu anda berada diwilayah SENANG. Dan senang itu tidak menentu, dapat berubah-ubah tergantung kepada MOOD. Saat BOSAN, bersiaplah untuk mengganti HP jenis baru yang lebih canggih. Jadi jelaslah bahwa, Selama ini CINTA yang kita yakini sebagai cinta baru berada dalam wilayah SUKA dan SENANG. BOHONG! Jika anda berkata, gue JATUH CINTA pada pandangan pertama. Sesungguhnya saat itu anda sedang berkata, gue NAFSU dalam pandangan pertama. Mengapa demikian? Karena cinta yang anda maknai baru sebatas SUKA. Suka dengan wajahnya yang cantik, se...

Benturan antara Idealisme dan Realitas

Sendy, sosok aktivis pergerakan mahasiswa yang idealis dan bertanggung jawab dalam memegang amanah di organisasinya. Dalam aksi, dia sering menjadi koordinator lapangan, mempimpin aksi. Mulai dari kebijakan kampus hingga kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang tidak memihak kepada rakyat maka Sendy pasti membelanya dengan mengadakan aksi jalanan. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya saat orasi, seolah menghipnotis yang mendengarnya, karena di bawakan dengan semangat dan mampu menggerakan massa dengan baik. Selang 6 tahun, saat ia meninggalkan kehidupan kampus dan menjadi pengusaha. Sendy menjadi opportunis dan pragmatis. Mengapa? Karena uang lah yang menjadi segalanya, dan kepentingan lah yang menjadi prioritasnya. Bukan karena lupa nya idealisme yang ia pegang selama ia jadi mahasiswa, namun semuanya berubah ketika uang berbicara. Apalagi saat ini Sendy telah berkeluarga dengan Fenny, aktivis pergerakan mahasiswi yang satu organisasi dengannya. Sendy dan Fenny memiliki 3 ora...