Apakah Tuhan itu ada? Pertanyaan ini telah menggelitik pikiran manusia sejak zaman purba. Kita hidup dalam masyarakat yang begitu terobsesi dengan konsep Tuhan sebagai sosok otoritas yang mengatur segala urusan manusia. Namun, mari kita renungkan, apakah Tuhan benar-benar ada, ataukah itu hanya anggapan manusia?
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali melihat Tuhan sebagai entitas yang jauh di atas sana, mengawasi dan menghakimi setiap langkah kita. Kita menciptakan Tuhan dalam gambaran kita sendiri, memberikan-Nya sifat-sifat manusiawi seperti kemarahan, cinta, dan keadilan. Namun, apakah ini bukan sekadar refleksi dari ketakutan dan harapan kita sendiri?
Jiddu Krishnamurti pernah mengatakan, “Truth is a pathless land.” Kebenaran adalah tanah tanpa jalan. Kita tidak dapat menemukannya melalui dogma atau kepercayaan yang diteruskan secara turun-temurun. Kebenaran harus ditemukan melalui pemahaman dan kesadaran diri.
Bayangkan sebuah percakapan di sebuah desa. Seorang pria bertanya kepada seorang bijak, “Di manakah Tuhan?” Sang bijak menjawab, “Tuhan tidak ada di luar sana, tapi ada dalam tindakan baikmu, dalam perbuatan moralmu, dalam nilai-nilai kebaikan yang kau amalkan setiap hari.” Tuhan, dalam pengertian ini, bukanlah entitas yang bisa dilihat atau disentuh, melainkan esensi dari setiap tindakan baik dan moral yang kita lakukan.
Masalah muncul ketika kita menyerahkan tanggung jawab moral kita kepada sosok otoritas ilahi. Kita berharap bahwa Tuhan akan mengatur segalanya, sehingga kita merasa bebas dari tanggung jawab pribadi. Namun, solusi dari dilema ini adalah menyadari bahwa ketuhanan sejati terletak dalam perbuatan kita sehari-hari.
Perbandingan sederhana bisa dibuat: seorang yang berbuat baik karena takut akan hukuman Tuhan versus seorang yang berbuat baik karena memahami nilai intrinsik dari kebaikan itu sendiri. Mana yang lebih murni? Mana yang lebih sejati?
Jika kita memahami bahwa Tuhan sebagai entitas otoritatif tidak ada, maka kita bebas dari belenggu ketakutan dan harapan yang tidak realistis. Sebaliknya, kita mulai melihat bahwa ketuhanan adalah perwujudan dari etika dan moral yang kita jalani.
Pada akhirnya, Tuhan tidak ada sebagai sosok otoritas. Yang ada adalah ketuhanan, yakni nilai-nilai kebaikan dan moralitas yang kita amalkan dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita berfokus pada tindakan baik, bukan pada sosok otoritatif yang kita ciptakan dalam pikiran kita. Dengan demikian, kita menemukan kebebasan sejati dan kebenaran yang murni dalam setiap langkah kehidupan.
Komentar
Posting Komentar