Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dengan label Renungan Diri

Puasa Bisu Media Sosial

Beberapa waktu belakangan, saya mulai jarang update status di media sosial. Bukan karena nggak punya cerita atau hidup saya tiba-tiba datar-datar saja, tapi karena saya merasa butuh diam. Puasa, bukan dari makanan, tapi dari hasrat ingin dilihat, ingin dikomentari, ingin eksis. Ternyata, dampaknya nggak main-main. Saya jadi lebih bisa mengendalikan diri atas apa yang benar-benar perlu dibagikan ke publik, dan mana yang cukup jadi milik pribadi. Dulu, rasanya gatal banget kalau habis makan enak nggak di-story-in, kalau habis jalan-jalan nggak upload foto. Tapi sekarang, saya mulai ngerasa: nggak semua hal harus diumumkan. Ada kenikmatan tersendiri dalam menyimpan sesuatu hanya untuk diri sendiri. Seperti menyimpan surat cinta dalam laci, bukan buat dibaca orang lain, tapi biar hati ini punya ruang yang nggak bisa disentuh siapa-siapa. Puasa media sosial ini juga ngajarin saya soal privasi. Bukan sekadar menutup diri, tapi memilih dengan sadar: mana yang pantas jadi konsumsi publik, dan ...

Ternyata Tidak Semuanya Harus Dirayakan

Di dunia yang gemar pesta dan gemerlap, kita sering diajari bahwa semua hal butuh dirayakan. Ulang tahun, kenaikan jabatan, kelulusan, bahkan putus cinta pun ada yang bikin pesta. Tapi, seiring waktu dan pengalaman, saya makin yakin: tidak semuanya harus dirayakan. Ada hal-hal yang cukup disimpan dalam hati, disyukuri dalam diam, tanpa kembang api dan undangan. Kadang, pencapaian paling besar datang tanpa sorak-sorai. Seperti bisa bangun pagi setelah semalam bergulat dengan pikiran gelap. Atau keberanian untuk memutuskan sesuatu yang berat. Atau sekadar berhasil bertahan di hari yang rasanya ingin menyerah. Itu semua layak disyukuri, meski tidak harus dirayakan dengan pesta. Ada juga peristiwa yang, justru dengan dirayakan, kehilangan maknanya. Seperti orang yang pamer keberhasilan tapi dalamnya kosong, atau merayakan cinta yang dipaksakan. Kita perlu belajar membedakan: mana yang benar-benar perlu dirayakan, dan mana yang cukup dinikmati dalam tenang. Karena tidak semua kebahagiaan ...

Kesepian

Kesepian datang tanpa mengetuk pintu. Ia hadir di tengah malam yang sunyi, di sela-sela percakapan yang kosong, atau di antara tawa yang tak sungguh-sungguh. Kesepian bukan sekadar kehilangan orang lain; ia adalah kehilangan diri sendiri, kehilangan kemampuan untuk merasa utuh meski dunia di luar masih berdenyut. Ada saat ketika kita merasa ditinggalkan. Orang-orang pergi, kenangan memudar, dan hidup terus berjalan tanpa menoleh ke belakang. Namun, kesepian yang paling mengerikan adalah saat kita sadar bahwa orang yang kita cari untuk mengisi kekosongan itu adalah diri kita sendiri — diri yang telah kita abaikan terlalu lama. Sepi sering kali terlihat seperti musuh, mengintai di sudut-sudut pikiran. Tapi apa jadinya jika kita berhenti melarikan diri darinya? Apa jadinya jika kita duduk bersamanya, mengenalnya lebih dalam? Ternyata, kesepian tidak pernah berniat menyakiti. Ia hanya ingin mengajarkan kita bahwa diri kita adalah teman terbaik yang pernah kita miliki. Kesepian menawarkan r...

Bahagia Itu Tidak Sederhana

Bahagia, sering disebut sebagai sesuatu yang sederhana. Namun, sebenarnya, apakah benar sesederhana itu? Bahagia selalu digambarkan sebagai sebuah kondisi yang mudah diraih, sebuah perasaan yang datang tanpa syarat. Tetapi kenyataannya, kebahagiaan adalah teka-teki yang rumit. Kita mengejarnya seolah ia hanya selangkah di depan, namun semakin dikejar, semakin jauh ia menjauh. Kita berusaha meraih bahagia dengan mengumpulkan segala hal yang kita anggap bisa memberikannya: materi, cinta, pencapaian. Namun, begitu semua itu terkumpul, kita menyadari ada ruang kosong yang tak bisa diisi. Bahagia, seperti bayangan di cermin, tampak nyata namun tak bisa disentuh. Dalam pencarian itu, kita mungkin sesekali menemukannya, dalam tawa atau momen singkat. Tetapi ia segera menghilang, digantikan oleh keresahan baru. Bahagia tidak permanen, ia berubah, mengalir bersama waktu, tak pernah menetap. Mungkin itulah kenyataannya: bahagia tidak pernah dimaksudkan untuk kita genggam selamanya. Ia datang seb...

Merayakan Kematian Saat ini dan Di Sini

Ketika kita mencintai kehidupan sepenuhnya dan hidup dengan penuh kesadaran di momen sekarang, perspektif terhadap kematian bisa berubah secara mendasar. Alih-alih melihatnya sebagai sesuatu yang harus ditakuti, kita mulai memandangnya sebagai bagian alami dari perjalanan manusia. Hidup sepenuh hati berarti menerima bahwa setiap momen memiliki nilai intrinsik, dan kematian hanyalah fase berikutnya.  Dengan cara ini, kematian tidak lagi terasa seperti akhir yang menakutkan, melainkan seperti perpindahan menuju dimensi lain—sebuah perjalanan yang layak dirayakan. Kita memahami bahwa apa yang kita sebut kematian sebenarnya adalah kelanjutan dari eksistensi, mungkin dalam bentuk atau realitas yang baru. Sebagai bagian dari siklus alam, kematian mengingatkan kita akan keindahan ketidakpastian hidup, namun tanpa perlu tenggelam dalam kecemasan. Orang yang hidup dalam cinta akan saat ini menyadari bahwa dengan menerima ketidaktahuan tentang apa yang akan datang, mereka bisa menyambut kema...

Berhenti Membandingkan Nasib

Di tongkrongan, sering banget kita dengar obrolan soal pencapaian hidup. "Eh, bro, lo udah punya rumah belum?" atau "Gue baru aja naik jabatan, lo kapan?" Itu sih udah jadi makanan sehari-hari. Meski kesannya sepele, percakapan kayak gini bisa bikin orang lain ngerasa minder atau nggak nyaman. Setiap orang punya perjalanan hidupnya masing-masing. Ada yang udah sukses di usia muda, ada yang masih berjuang keras. Membandingkan pencapaian kita sama orang lain cuma bakal nambah tekanan, baik buat diri sendiri maupun orang lain. Lebih baik saling menghargai dan mendukung, bukan saling merendahkan. Masalahnya, kita sering lupa kalo hidup ini adalah proses naik turun. Nggak ada yang selalu di atas atau di bawah. Pas kita lagi di atas, ingetlah bahwa suatu saat kita bisa turun. Begitu juga sebaliknya, pas kita lagi di bawah, jangan putus asa, karena ada kemungkinan kita bisa naik lagi. Solusinya, coba deh lebih bijak dalam berbicara dan bersikap. Daripada pamer pencapaian, ...

Jangan Terlalu Berambisi

Motivator sering mengarahkan pendengarnya dengan himbauan untuk memenuhi semua ambisi di dalam hidup. Padahal tidak semua ambisi harus dituruti kalau bisa beberapa saja yang dipilih dan dieksekusi, bahkan menurut saya tidak usah menuruti setiap ambisi yang ada sebab tidak akan ada habis-habisnya dan akan muncul ambisi berikutnya yang sulit membuat kita puas. Definisi ambisi yang dimaksud adalah kenginan yang harus dipenuhi sehingga memaksakan diri agar terwujud, yang padahal kalaupun tidak terpenuhi sebenarnya tidak apa-apa. Memaksakan diri untuk bisa mewujudkannya ini didorong oleh hasrat yang tidak bisa membedakan mana yang dikatakan keinginan, keperluan dan kebutuhan. Kalau saja kita benar-benar mengetahui apa yang kita butuhkan, kemudahan untuk mendahulukan yang dibutuhkan saja daripada menuruti keinginan dan keperluan. Kita mampu menentukan skala prioritas, mana yang harus didahulukan dan mana yang bisa dikesampikan untuk nanti saja. Penting kita mengambil jarak terhadap ambisi hi...

Perayaan Ulang Tahun yang Biasa-Biasa saja

Seingat saya waktu kecil perayaan ulang tahun pernah dimeriahkan dengan tiup lilin dan potong kue, selepas itu tidak ada lagi momen spesial ulang tahun yang dirayakan secara khusus oleh orang tua, sekadar ucapan ulang tahun oleh orang tua dirasa cukup karena itu dirayakan atau pun tidak, sudah biasa-biasa saja. Perayaan ulang tahun dengan ceplok telor mentah pernah saya rasakan di Sekolah, ditabur tepung terigu, diguyur air comberan, diikat di tiang bendera sekolah merupakan tradisi yang biasa dilakukan anak-anak seumuran saya ketika itu, perayaan ulang tahun yang memberikan kesan tidak terlupakan karena bau dan cukup memalukan. Di bangku sekolah saya sempat diberikan kado ulang tahun tasbih dan sajadah oleh perempuan yang menyukai saya, hadiah yang membuat saya ingat sholat dan semakin rajin ibadah, meski perempuan tersebut tidak saya sukai dan saya berprinsip tidak mau berpacaran. Ketika kuliah tepatnya pada saat mengisi acara organisasi pelajar, di tengah acara saya dikagetkan pemb...

Menjelang 40 Tahun | Life Begins at Fourty

Menjelang 40 tahun dan ini artinya sudah menempuh beberapa fase di kehidupan dari anak-anak, remaja, dewasa dan saat ini on the way menuju tua. Banyak yang bilang usia 40 tahun adalah fase yang paling menentukan dalam kehidupan, jika di bawah usia 40 tahun sudah kelihatan hasil perjuangannya dengan nampak dari mapan atau tidaknya secara finansial, sehat atau sakit secara fisik, stabil atau tidaknya emosi dan baik atau biasa-biasa saja secara spiritual. Life begins at 40 year, hidup mulai kelihatan stabil finansial, emosi, dan spiritualnya di usia 40 tahun. Meski tidak bisa dipukul rata kepastian stabilnya kondisi setiap orang, namun kita dapat mengukur atau punya parameter kestabilannya dari usia 40 tahun. Memang tetap ada orang yang masih mengejar ketertinggalannya secara ekonomi dan berusaha untuk mendapatkan kesuksesan yang diinginkan. Belum menikah dan kebingungan mencari jodoh yang mau bersedia hidup bersamanya di usia yang tidak lagi muda dan lincah seperti dahulu. Jika di bawah ...

Ketakutan di Balik Kematian

Ketakutan terkait dengan perasaan yang suatu hal yang mengerikan, selain itu bisa juga karena trauma. Dalam gambaran pikiran kita, ketakutan ini hadir untuk memberikan kewaspadaan dan kehati-hatian agar kita bisa menjaga diri dari bahaya. Berarti ketakutan ada dampak manfaat positifnya juga, tidak selamanya tentang hal yang buruk, ketakutan jika diberdayagunakan bisa menjadi alat supaya kita terhindar dari bahaya. Selama porsinya tepat dan dapat dikendalikan dengan baik, ketakutan adalah alarm diri. Hal yang sebaiknya kita hindari adalah ketakutan yang berlebihan, sehingga dampaknya bisa mengganggu aktivitas sehari-hari. Ketakutan terhadap kematian yang berlebihan bisa mengakibatkan kita berpikir berlebihan (overthinking). Di sisi lain mengingat kematian bisa memotivasi diri berlomba-lomba berbuat kebaikan di dunia Membahas ketakutan di balik kematian, menurut hemat saya ini terjadi karena kita dihantui bayangan siksaan setelah kematian dan tidak bisa menikmati setiap momen di kehidup...

Takut Beranjak Dewasa

Di masa kanak-kanak ingin cepat lekas dewasa, dalam bayangan pikiran anak-anak masa dewasa nampak mendapatkan banyak akses kemudahan. Orang dewasa sudah punya uang sendiri dan bisa jajan memenuhi semua keinginan random anak-anak. . Orang dewasa juga banyak melakukan hal-hal yang kelihatannya menyenangkan dan tidak boleh dilakukan oleh anak kecil. Dambaan anak-anak adalah ingin cepat dewasa dan jadi seperti yang kita inginkan. Sayangnya kenyataan tidak seperti yang dibayangkan, ketika sudah dewasa kita ditampar oleh kenyataan hidup yang banyak masalahnya. Orang dewasa dituntut bisa menyelesaikan semua permasalahan hidup, mulai dari masalah percintaan, ekonomi, perceraian, pernikahan dan serentetan masalah hidup lainnya. Kalau dipikir-pikir masih mending masa kanak-kanak yang banyak waktu bermain dan masih dalam tanggungan orang tua. Semua masalah hidup bisa diselesaikan dengan menangis, setiap keributan dengan kakak atau adik bisa selesai dengan meminta maaf kemudian main bersama lagi. ...

Melatih Diri dalam Mengingat Ingatan

Saya sering mengingat banyak hal dari masa lalu, yang biasanya teman sekolah lupa dengan momen tersebut, saya masih menyimpan ingatan tersebut dengan mudahnya. Mungkin karena saya suka dengan foto-foto sejarah Indonesia di masa lalu, entahlah yang pasti saya suka mengingat ingatan yang sering dilupakan dan kadang tidak terlalu penting untuk diingat. Apalagi ingatan yang paling membekas di setiap momen kehidupan, sudah pasti akan tersimpan rapi dalam ingatan saya. Oia waktu masih suka menghapal al quran, saya pun punya kemudahan untuk menghapal surat-surat pendek dengan cepat ketika di liqo pekanan. Dalam belajar saya suka mencatat melalui tulisan tangan ketika pemateri memberikan poin poin penting, pencatatan ini saya simpan di buku khusus menuliskan semua materi apapun yang saya anggap penting. Untuk saat ini yang saya lakukan dalam merawat ingatan yakni dengan membaca buku dan mengambil poin mana saja yang dianggap penting, setelah itu saya tulis di blog atau di status media sosial. ...

Memilih Pulih

Proses penyembuhan dari trauma dimulai dengan berdamai dengan diri sendiri. Melibatkan diri dalam refleksi mendalam untuk memahami emosi dan pengalaman yang menyakitkan adalah langkah awal menuju kesembuhan.  Dengan menerima diri sendiri sepenuhnya, seseorang dapat membuka pintu untuk transformasi positif dan membangun pondasi kekuatan dalam menghadapi rasa sakit yang ada. Bersahabat dengan luka adalah kunci penting dalam perjalanan penyembuhan. Sebagai gantinya menghindari atau menekan perasaan yang menyakitkan, memahami bahwa luka-luka tersebut adalah bagian dari perjalanan hidup membantu seseorang merangkul kekuatan dalam kerentanannya.  Dengan menyambut dan memahami luka, seseorang dapat merancang cara-cara konstruktif untuk mengelola emosi dan menemukan makna di balik setiap pengalaman sulit. Memilih untuk pulih adalah tindakan berani yang menuntut keputusan sadar untuk membangun masa depan yang lebih baik. Ini melibatkan pembuatan pilihan sehari-hari yang mendukung kesej...

Mengenali Tuhan Tanpa Nama

Ketika ingin mengenali diri sendiri, biasanya Tuhan dibawa untuk diikutsertakan dikenali juga. Siapa yang mengenal dirinya, ia akan mengenal Tuhannya. Hubungan diri dan Tuhan ini memiliki keterikatan yang kuat, sehingga diri dan Tuhan berdampingan sebagai objek yang dikenali oleh manusia. Apakah Tuhan dan diri ini kedudukannya setara atau ada yang lebih tinggi? pada umumnya mengatakan Tuhan punya kedudukan lebih tinggi, sedangkan manusia berada di bawahnya. Tuhan adalah tuan dan manusia adalah hamba. Lain lagi yang mengatakan bahwa Tuhan dan manusia adalah kesatuan yang tidak terpisahkan. Manunggaling kawula lan gusti yang artinya menyatunya antara manusia sebagai hamba dan Tuhan. Di dalam diriku ada Tuhan dan di dalam diri Tuhan ada Aku. Lantas siapa Aku? Jika aku adalah Roby Martin, terus siapa nama Tuhan? Bukankan keindahan bunga mawar itu terletak pada wanginya, bukan terdapat pada namanya. Saya rasa keindahan Tuhan bukan terdapat dari namanya, namun ada pada sifat-sifat mulia dala...

Nikmatilah Privasi dan Kesendirian

Penderitaan acapkali mengajak kesedihan untuk muncul ke permukaan dan diekspresikan secara emosional. Menangis adalah cara yang tepat untuk mengekspresikan kesedihan menjadi dukacita yang mendalam. Dari dukacita yang tangisnya memecahkan kebekuan hati dan mencairkan suasana dengan air mata. Menemukan makna dari kesedihan bisa menjadi materi pembelajaran yang baik bagi hati yangs sedang kehilangan arah. Oh ternyata penderitaan ini ada manfaatnya sehingga saya ke depannya harus mengambil keputusan yang tidak membawa kepada kesalahan yang sama. Seringkali kita mengalami penderitaan yang sama, ada pola penderitaan yang berulang terjadi. Kehidupan memberikan pelajaran yang berulang-ulang agar kita mau belajar lebih baik lagi, sampai kita lulus dan lebih cerdas dalam menanganinya, barulah penderitaan itu berhenti kemudian beralih ke penderitaan lainnya. Penderitaan akan terus ada dan silih berganti. Berganti dari penderitaan menjadi bahagia, dengan kata lain penderitaan adalah jembatan untuk...

Ngurusin Keruwetan Orang Lain

Ada keseruan tersendiri kalau sampai bisa membantu orang lain dengan cara ngurusin keruwetan orang lain tersebut, semacam tugas kemanusiaan yang pahalanya pasti berlipat ganda. Keseruan ini sering saya cari di setiap orang yang saya kenal ataupun orang yang baru saya kenal. Sungguh mulia hati baik saya ketika itu. Sayangnya sekarang sudah tidak lagi seperti itu, saya lebih menjalani hidup yang realistis dengan kebutuhan dan keuntungan diri saya sendiri, bukan dengan ngurusin orang lain dan keruwetan yang menyertainya. Alasannya ada banyak, ada kecewa karena tidak sebanding dengan pengorbanan yang diberikan. Terlalu mengutamakan orang lain daripada diri sendiri sehingga sering dirugikan dan kurang peduli terhadap kebutuhan diri. Saya pikir saya saja sudah cukup ruwet, mengapa harus ngurusin keruwetan orang lain yang sebenarnya saya tidak tahu diri dan ngurusin hal yang nyusahin diri sendiri. Ternyata ada perlunya juga kita egois, untuk sekedar memenuhi panggilan hati kita dengan menurut...

Kamu Bukan Rumah

Rumah adalah tempat kita untuk berkumpul bersama keluarga. Pulang ke rumah berarti kita sedang kembali ke tempat yang bisa menghilangkan segala lelah, makanan tersedia dengan mudah, kenyamanan tempat tidur, keseruan bermain bersama anak dan istri. Bagaimana jika rumah itu orang lain yang kita anggap sebagai orang yang dicintai dan bisa memberikan semua kenyamanan yang sudah kita idam-idamkan. Orang lain ini nantinya bisa menjadi pasangan hidup kita yang akan menemani masa tua kita dengan segala kerumitan dan kesenangan yang ada di dalamnya. Bagaimana juga jika yang disebut dengan rumah adalah diri kita sendiri. Rumah bukan ada di orang lain atau di benda tertentu, namun ada di dalam diri kita. Ini menarik, kita dapat menyelami kedalaman diri kita sendiri dengan belajar mencintai diri. Kita sadar bergantung dengan orang lain membuat menderita, sebab kita tidak dapat mengendalikan orang lain dan tidak bisa memaksa orang lain untuk memenuhi semua maunya kita. Rumah sebagai orang lain maup...

Kemelekatan Diri

Pada saat kita dekat yang rutin dan mengalami ketergantungan dengan seseorang ataupun benda tertentu, maka akan muncul kemelekatan dalam diri kita. Kita tidak bisa lepas dari orang tersebut, sekalinya ingin lepas kita akan mengalami penderitaan dan kesedihan yang sulit untuk dihilangkan. Daya lekat ini menempel kepada hati atau pikiran kita yang untuk melepasnya butuh waktu yang tidak sebentar dan sakitnya yang bisa membuat kita mendramatisir keadannya. Jika akibatnya adalah sakit hati, kemelekatan menyebabkan penderitanya tidak ingin kehilangan dan berharap agar bisa dekat lagi seperti dulu. Tidak ada cara yang pasti untuk menghilangkan kemelekatan karena sejatinya setiap manusia punya yang namanya rasa memiliki sesuatu, ketika rasa memiliki itu begitu kuat, semakin kuat juga upaya untuk bisa lepas dari kemelakatan tersebut. Namun ketika rasa memilikinya rendah, kita akan lebih mudah untuk melepaskan sebab sadar kalau semua itu bukan milik kita dan bisa pergi begitu saja. Ada dua kend...

Ternyata Belum Selesai

Saya kira kalau sudah selesai dengan baik-baik, semuanya sudah otomatis tuntas semuanya, ternyata tidak juga. Masih ada perasaan-perasaan lain yang belum selesai untuk tuntas sebab membutuhkan waktu dan bukti yang lama. Lamanya waktu dan bukti ini membuat saya kebingungan dan putus asa, kira-kira harus bagaimana lagi yang dilakukan? Sudah mencoba melakukan yang terbaik menurut usaha yang telah dilakukan, akan tetapi dinilai masih belum menaruh kepercayaan sepenuhnya. Apalagi sudah melakukan kesalahan yang berulang kali disesali, memberi janji dan ternyata masih terbukti melakukan kesalahan tersebut kembali. Untuk itu wajar rasa kecewa selalu menghantui ketika perubahan sikap lebih baik pun, akan selalu dicurigai dan diwaspadai sebagai celah untuk mengulanginya lagi suatu saat nanti. Entah sampai kapan ini terus terjadi, kesabaran adalah kuncinya, namun saya tidak punya kesabaran yang sekuat itu. Saya bisa rapuh, menyerah dan lebih baik menjaga jarak yang mungkin bisa memberikan jeda, b...

Ada Hati yang Harus Dijaga untuk Setiap Postingan Media Sosial

Bermain media sosial otoritas penuhnya ada di pengguna atau pemilik akun, namun respon publik yang melihatnya tidak bisa kita kendalikan komentarnya baik yang secara tulisan maupun di dalam pikiran masing-masing. Kita bisa bebas menulis, speak up lewat konten video, foto-foto bahagia yang sering kita posting di media sosial, di saat yang bersamaan orang lain punya kebebasan mengomentarinya dengan respon yang kurang menyenangkan atau setidaknya membuat tidak enak hati. Seperti ketika saya sedang berliburan ke luar kota dengan teman, niat saya sekadar berbagi kesenangan sedangkan bagi orang lain yang melihat status media sosial foto kita dengan menganggap pamer, kelihatan banyak uang, tidak mengajak yang lain dan tidak memberikan oleh-oleh cinderamata. Ada hati yang harus dijaga dari semua status atau konten media sosial yang kita posting, meskipun sebelumnya dianggap biasa saja, hak dan kebebasan kita memposting apa saja selama tidak merugikan diri sendiri dan orang lain. Menjaga hati o...