Jamal al-Banna, seorang reformis Islam terkemuka yang juga adik kandung dari Hasan al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin, mengarahkan kritik tajam terhadap tradisionalisme dalam Islam, yang menurutnya menghambat kemajuan umat Muslim di dunia modern. Dia menilai bahwa pemahaman tekstual yang kaku terhadap Al-Qur'an dan Hadis telah mengarah pada stagnasi intelektual dan sosial.
Salah satu kutipan terkenalnya menyoroti pandangan ini: “Tradisionalisme tidak lebih dari pengabdian pada warisan masa lalu yang membelenggu, tanpa keberanian untuk merefleksikan perubahan zaman.” Dalam pandangan al-Banna, umat Muslim harus berani merevisi pemahaman agama untuk tetap relevan dengan konteks zaman yang terus berubah.
Al-Banna berpendapat bahwa banyak interpretasi tradisional lebih bersifat budaya daripada teologis. Dia menegaskan bahwa banyak aturan dan praktik yang dianggap islami sebenarnya merupakan produk sejarah dan budaya tertentu, bukan prinsip-prinsip agama yang universal. Menurutnya, “Kita harus membedakan antara agama yang abadi dan budaya yang sementara.”
Dia juga menekankan pentingnya kebebasan berpikir dan dialog terbuka, yang menurutnya sering kali terhambat oleh pendekatan tradisionalis yang cenderung dogmatis. Al-Banna percaya bahwa pemikiran kritis dan kebebasan intelektual adalah esensi dalam pembaruan Islam. Tanpa itu, umat Muslim tidak dapat menghadapi tantangan modern dengan efektif.
Melalui kritik-kritiknya, Jamal al-Banna mendorong umat Islam untuk mengembangkan interpretasi yang kontekstual dan dinamis terhadap ajaran agama, sehingga Islam dapat berfungsi sebagai panduan yang relevan dan progresif dalam kehidupan modern.
Komentar
Posting Komentar