Bid'ah, dalam pandangan tradisional, sering dianggap sebagai inovasi dalam agama yang tidak sesuai dengan praktik Nabi Muhammad. Namun, Emha Ainun Nadjib, atau Cak Nun, menawarkan perspektif yang lebih fleksibel dan inklusif. Menurut Cak Nun, tidak semua bid'ah otomatis berarti negatif. Ia berpendapat bahwa konteks, niat, dan manfaat dari inovasi tersebut harus dipertimbangkan sebelum memberikan label bid'ah yang menyimpang.
Cak Nun menekankan pentingnya niat di balik suatu amalan baru. Jika tujuan dari inovasi tersebut adalah untuk membawa kebaikan, meningkatkan pemahaman agama, dan memperkuat iman umat, maka hal itu bisa dianggap positif. “Bid’ah yang baik adalah yang mendatangkan maslahat, membawa pada kebaikan dan kedekatan kepada Allah,” ujar Cak Nun dalam salah satu ceramahnya .
Dalam konteks modern yang penuh dengan perubahan dan tantangan baru, Cak Nun mengajak umat Islam untuk tidak kaku dalam menilai amalan-amalan yang dianggap sebagai bid'ah. Ia melihat fleksibilitas dalam penafsiran sebagai sesuatu yang penting agar ajaran Islam tetap relevan dan bisa memberikan solusi bagi permasalahan kontemporer. “Kita hidup di zaman yang berubah, dan ajaran agama harus bisa menyesuaikan tanpa menghilangkan esensinya,” tuturnya .
Cak Nun mengajak kita untuk memandang bid'ah dari perspektif manfaat dan relevansi, bukan semata-mata berdasarkan apakah itu dilakukan di zaman Nabi atau tidak. Ia percaya bahwa selama amalan tersebut membawa kebaikan dan tidak bertentangan dengan prinsip dasar agama, maka itu bisa diterima. Pandangan ini memberikan ruang bagi umat untuk beradaptasi dengan perubahan zaman, sekaligus memperkaya praktik keagamaan dengan inovasi yang bermakna dan berfaedah .
Dengan pendekatan yang lebih kontekstual, Cak Nun mendorong pemahaman yang lebih luas dan inklusif, membuka jalan bagi adaptasi ajaran Islam dalam kehidupan modern tanpa kehilangan esensi dan nilai-nilai dasarnya.
Komentar
Posting Komentar