Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Juni, 2024

Nggak Apa-apa Jelek yang Penting Tobrut!?

"Tiket habis, Bro. Ternyata yang nonton konser hari ini bukan cuma aku sama kamu,” kataku sambil merogoh kantong celana. Di antrean panjang yang melingkar di sekitar stadion, aku dan Arap terjebak dalam suasana yang serba riuh. Kami terpaksa mengalihkan rencana, mencoba mencari hiburan lain di tengah kekecewaan. Arap merogoh saku dan mengeluarkan sebatang rokok. "Yah, mau gimana lagi. Kita nongkrong aja di tempat biasa. Siapa tahu ada cewek cakep lewat,” katanya setengah bercanda, sambil menyulut rokoknya. Kembali ke dua jam sebelumnya, suasana di kampus baru saja usai saat aku dan Arap memutuskan untuk berburu tiket konser mendadak. Sialnya, tiket itu habis sebelum kami sempat mengantre. “Ya sudah, ke warung Bu Wowiek aja. Di sana pasti ada cerita baru,” usul Arap, mencoba menghidupkan kembali semangat yang sempat luntur. Di warung Bu Wowiek, suasana lebih lengang. Hanya beberapa pelanggan tetap yang duduk sambil menikmati kopi. Kami segera memilih tempat duduk di pojokan, m...

Cek Khodam

“Ada getaran listrik kecil di jari-jari saya,” ujarku dengan mata terpejam, mencoba terdengar mistis sambil memegang cincin batu akik milik Pak Kumis. Suara bisik-bisik di warung kopi langsung berhenti, dan semua mata tertuju pada kami. “Benar, benar! Khodamnya sakti!” seru Pak Kumis dengan wajah cerah, seakan-akan aku baru saja memverifikasi kebenaran universal. Di sudut warung, Bu Sumiyati tampak gelisah, menunggu gilirannya. Kembali ke pagi itu, Pak Kumis datang ke rumah dengan langkah terburu-buru. "Coba kamu cek, ada khodam nggak di batu akik ini?" tanyanya, menyerahkan cincin berukuran jumbo seperti bola bekel. Matanya bersinar penuh harapan, seolah-olah aku seorang dukun terkenal. Aku sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang khodam. Tetapi melihat antusiasme Pak Kumis, aku memutuskan untuk sedikit berimprovisasi. “Setahu saya, khodam itu tidak bisa dilihat begitu saja, Pak. Tapi saya coba rasakan,” jawabku, menerima cincinnya dengan penuh kesungguhan yang nyaris membuatku...

Tanpa Doktrin dan Ikut Siapapun

Osho punya cara unik dalam menyampaikan pemikirannya. Dia bilang, “Saya tidak memiliki ajaran apa pun, doktrin apa pun, disiplin apa pun untuk diberikan kepada Anda.” Maksudnya apa, sih? Osho gak mau jadi guru yang ngajarin kita harus begini atau begitu. Sebaliknya, dia pengen kita bangun dan sadar—bukan dengan ikutin ajarannya, tapi dengan nemuin diri kita sendiri. Bagi Osho, ini bukan tentang mengajarkan sesuatu; ini kayak nyiram air dingin ke mata kita biar kita bangun dan lihat dunia dengan jelas.  Nah, kalau kita terbangun, apa yang terjadi? Osho bilang kita gak akan jadi duplikat dirinya, bukan kayak fotokopian yang serupa. Kita bakal jadi diri kita yang asli, bukan sekadar ngikutin cap Kristen, Hindu, atau Islam. Menurut Osho, setiap orang itu kayak bunga yang unik—punya bentuk, warna, dan aroma sendiri. Intinya, gak ada dua orang yang sama, dan setiap orang harus menemukan keunikannya sendiri tanpa terikat oleh label atau doktrin tertentu. Kenapa Osho ngomong gini? Dia perc...

Melihat Keinginan dari Jauh

Pernah merasa keinginan terus mengejar kamu? Ki Ageng Suryamentaram punya trik jitu buat ngatasin itu: nyawang karep. Apa sih nyawang karep? Sederhananya, ini tentang memberi jarak pada keinginan kita. Bayangin keinginanmu seperti bola yang berlari ke arahmu. Alih-alih mengejarnya, coba berdiri dan amati dari jauh. Menurut Ki Ageng, keinginan itu sering bikin kita gak bisa mikir jernih. Dengan nyawang karep, kita diajak buat jadi penonton dari keinginan kita sendiri. Misalnya, pas lagi pengen banget beli gadget baru, coba tarik napas, tenangkan diri, dan lihat keinginan itu seperti kamu lihat orang lain pengen sesuatu. Apakah bener-bener penting? Atau cuma karena iklan keren? Ini bikin kita gak langsung hanyut sama nafsu. Jadi gimana caranya? Pas lagi ngerasa keinginan itu muncul, bayangin kamu lagi di atas gunung, ngelihat lembah di bawah. Lembah itu keinginanmu. Dari situ, kamu bisa lihat dengan lebih jelas tanpa terlibat langsung. Menurut Ki Ageng, “Ketika kita nyawang, kita berdiri...

Osho dan Hidup Tanpa Tujuan

Osho punya pandangan yang agak beda soal hidup. Baginya, hidup tanpa tujuan itu bukan berarti hidup tanpa arah, tapi lebih ke hidup yang bebas dan dinikmati setiap momennya. “Tujuan itu hanya bikin hidup kita terbatas dan sering kali bikin kita gelisah,” kata Osho di bukunya, "Courage: The Joy of Living Dangerously". Dia percaya, kalau kita terlalu fokus sama tujuan, kita justru bakal kehilangan keindahan momen-momen kecil dalam hidup. Coba bayangin, kata Osho, kita ini kayak penjelajah yang lagi jalan-jalan di hutan. Kalau kita terlalu sibuk mikirin tujuan akhir, kita bisa aja melewatkan bunga liar yang indah atau burung-burung yang berkicau. Hidup itu, menurut Osho, adalah tentang menikmati setiap langkah perjalanan, bukan cuma ngebet sampai di garis finish.  “Gak usah terlalu khawatir sama tujuan,” katanya. Hidup ini lebih kaya dan bermakna kalau kita bisa terbuka sama segala kemungkinan dan kejutan yang datang. Jadi, Osho ngajarin kita buat hidup lebih santai, lebih mindf...

Refleksi Tentang Keyakinan

J. Krishnamurti dalam "Buku Kehidupan" mengajak kita bertanya, apakah semangat kita tergantung pada keyakinan? Kita sering merasa antusias terhadap konser, olahraga, atau jalan-jalan. Tapi Krishnamurti menanyakan, apakah antusiasme ini cuma sementara? Kalau semangat kita bergantung pada hal-hal yang terus berubah, adakah energi yang bisa berdiri sendiri tanpa itu semua? Menurut Krishnamurti, kita sering memakai keyakinan untuk merasa bersemangat. “Kita butuh keyakinan untuk menghindari kenyataan yang tidak kita sukai,” katanya. Jadi, keyakinan itu jadi semacam pelarian dari fakta-fakta hidup yang nggak nyaman atau menyakitkan. Tapi, apakah kita benar-benar perlu keyakinan itu? Katanya, kita nggak perlu keyakinan untuk menerima kenyataan seperti matahari, gunung, atau sungai. Itu semua fakta nyata yang nggak bisa dibantah. Krishnamurti menantang kita untuk berpikir ulang, kenapa kita sering butuh keyakinan yang sebenarnya cuma untuk menghindari kenyataan. Menurutnya, kita seri...

Membangun Pemikiran Rasional bersama Tan Malaka

Tan Malaka, seorang tokoh penting dalam sejarah perjuangan Indonesia, memperkenalkan Madilog—sebuah metode berpikir yang menggabungkan Materialisme, Dialektika, dan Logika. Madilog adalah upaya Tan untuk mendorong bangsa Indonesia berpikir lebih kritis dan rasional di tengah tantangan penjajahan dan ketertinggalan. Dalam bukunya "Madilog: Materialisme, Dialektika, Logika", Tan Malaka mengajarkan bahwa pemikiran harus didasarkan pada kenyataan material yang nyata, bukan pada mitos atau dogma. Ia menulis, “Kita harus mendasarkan cara berpikir pada kenyataan objektif, bukan pada hal-hal gaib atau takhayul” (Madilog, 1943). Tan menekankan pentingnya observasi dan pengalaman sebagai dasar pengetahuan, menolak segala bentuk pemikiran yang tidak memiliki dasar empiris. Metode dialektika dalam Madilog bertujuan untuk memahami perubahan sosial sebagai proses yang dinamis dan kontradiktif. Tan Malaka percaya bahwa sejarah bergerak melalui konflik antara kekuatan-kekuatan yang saling be...

Bid'ah adalah Inovasi

Bid'ah, dalam pandangan tradisional, sering dianggap sebagai inovasi dalam agama yang tidak sesuai dengan praktik Nabi Muhammad. Namun, Emha Ainun Nadjib, atau Cak Nun, menawarkan perspektif yang lebih fleksibel dan inklusif. Menurut Cak Nun, tidak semua bid'ah otomatis berarti negatif. Ia berpendapat bahwa konteks, niat, dan manfaat dari inovasi tersebut harus dipertimbangkan sebelum memberikan label bid'ah yang menyimpang. Cak Nun menekankan pentingnya niat di balik suatu amalan baru. Jika tujuan dari inovasi tersebut adalah untuk membawa kebaikan, meningkatkan pemahaman agama, dan memperkuat iman umat, maka hal itu bisa dianggap positif. “Bid’ah yang baik adalah yang mendatangkan maslahat, membawa pada kebaikan dan kedekatan kepada Allah,” ujar Cak Nun dalam salah satu ceramahnya .  Dalam konteks modern yang penuh dengan perubahan dan tantangan baru, Cak Nun mengajak umat Islam untuk tidak kaku dalam menilai amalan-amalan yang dianggap sebagai bid'ah. Ia melihat fle...

Menafsir Ulang Khilafah

Farag Foda, dalam bukunya "Kebenaran dan Kepalsuan Khilafah", menyoroti ketidakselarasan antara idealisasi khilafah dan realitas historisnya. Buku ini mengajak kita untuk menafsirkan ulang konsep khilafah yang sering diglorifikasi oleh beberapa kelompok sebagai puncak kejayaan Islam yang harus dihidupkan kembali. Foda menguraikan sejarah khilafah dari masa awal Islam hingga kejatuhannya, menyoroti berbagai konflik internal, penyalahgunaan kekuasaan, dan kesenjangan antara prinsip-prinsip Islam dengan praktik politik masa itu. Foda menentang pandangan romantis yang menganggap khilafah sebagai model pemerintahan yang ideal dan mengajukan argumen bahwa kebangkitan kembali khilafah dalam konteks modern bukanlah solusi untuk tantangan yang dihadapi oleh masyarakat Muslim saat ini. Ia menekankan bahwa sejarah khilafah penuh dengan pergulatan kekuasaan dan penyelewengan, yang tidak mencerminkan nilai-nilai keadilan dan moralitas yang sebenarnya diajarkan dalam Islam. Menurut Foda, u...

Pluralisme menurut Perspektif Gusdur

Abdurrahman Wahid, atau Gus Dur, mengemukakan pluralisme sebagai prinsip penting dalam kehidupan beragama dan berbangsa di Indonesia. Dalam karyanya “Islamku, Islam Anda, Islam Kita”, ia menekankan bahwa pluralisme bukan hanya tentang toleransi, tetapi juga tentang penerimaan dan penghargaan terhadap keberagaman. “Pluralisme adalah pengakuan akan kenyataan bahwa ada banyak jalan menuju Tuhan,” tulisnya, menggambarkan visinya tentang kebersamaan yang mengakui perbedaan sebagai bagian integral dari kehidupan. Gus Dur memandang masalah utama dalam masyarakat adalah kecenderungan untuk memaksakan pandangan tunggal yang homogen, yang dapat memicu konflik dan ketegangan antar kelompok. Dia mengkritik pemahaman sempit yang berusaha mengingkari keberagaman yang ada. Menurutnya, solusi dari masalah ini adalah penerimaan aktif terhadap pluralisme, yang berarti tidak hanya mengizinkan perbedaan, tetapi juga merayakan keunikan setiap kelompok. Dalam perjalanannya sebagai pemimpin, Gus Dur mendoron...

Liberalisme dalam Islam

Ulil Abshar Abdalla, tokoh terkemuka dalam wacana liberalisme Islam di Indonesia, memperkenalkan pendekatan segar terhadap ajaran Islam yang menekankan kebebasan berpikir dan reinterpretasi teks-teks suci. Dalam pandangannya, liberalisme dalam Islam adalah upaya untuk membaca Al-Qur'an dan Hadis dengan mempertimbangkan konteks zaman dan kondisi sosial yang terus berubah. “Islam harus selalu ditafsirkan ulang agar tetap relevan dengan perkembangan zaman,” ujarnya dalam sebuah wawancara. Ulil melihat masalah utama dalam pendekatan tradisional terhadap Islam adalah kecenderungan untuk berpegang teguh pada tafsir yang kaku dan tekstualis. Menurutnya, hal ini dapat menghambat kemajuan dan mengisolasi umat Islam dari dinamika sosial dan intelektual global. “Kita tidak bisa memaksakan pemahaman abad ke-7 pada abad ke-21 tanpa mempertimbangkan perubahan konteks,” tegasnya. Sebagai solusinya, Ulil mengadvokasi metode penafsiran yang lebih dinamis dan kontekstual. Ia mengajak umat Islam untu...

Sekulerisme dalam Islam

Nurcholish Madjid, yang lebih dikenal sebagai Cak Nur, menonjol sebagai salah satu pemikir Muslim yang mempopulerkan gagasan sekularisme dalam konteks Islam Indonesia. Dalam pandangannya, sekularisme bukanlah penolakan terhadap agama, melainkan upaya untuk memisahkan kekuasaan agama dari politik guna menciptakan masyarakat yang adil dan rasional. “Sekularisme dalam Islam bukan berarti mengabaikan agama, tetapi menjadikan agama sebagai nilai-nilai moral yang memandu kehidupan, bukan sebagai alat kekuasaan,” tulisnya dalam *Islam, Kemodernan, dan Keindonesiaan*. Bagi Cak Nur, pentingnya sekularisme terletak pada upayanya untuk menjaga kesucian agama dari kontaminasi politik. Dengan memisahkan urusan agama dari pemerintahan, masyarakat dapat memastikan bahwa kebijakan publik didasarkan pada alasan yang rasional dan adil bagi semua, bukan hanya bagi satu kelompok agama tertentu. Sekularisme, menurutnya, adalah tentang melindungi agama dari korupsi politik dan menjaga pluralisme dalam masya...

Menelusuri Keinginan

Mengendalikan keinginan adalah kunci untuk menemukan kedamaian batin, dan Ki Ageng Suryamentaram, seorang filsuf Jawa terkemuka, menyodorkan cara inovatif untuk melakukannya melalui konsep nyawang karep. Inti dari ajaran ini adalah pengamatan netral terhadap keinginan, di mana seseorang memandang keinginan sebagai entitas terpisah, bukan sebagai pengendali hidupnya. Ki Ageng menjelaskan dalam Pangajaran Kawruh Jiwa bahwa dengan “nyawang,” kita berdiri di luar lingkaran keinginan kita. “Ketika kita nyawang, kita melihat keinginan sebagai sesuatu yang terpisah,” tulisnya, mendorong kita untuk menjadi pengamat yang tenang. Pandangan ini membantu kita mengerti bahwa keinginan adalah bagian dari pengalaman manusia, namun tidak seharusnya mendominasi kehidupan kita. Dalam praktiknya, nyawang karep mengajarkan kita untuk menghadapi dorongan batin dengan rasa ingin tahu dan tanpa keterikatan. Ki Ageng meyakini bahwa dengan demikian, kita bisa meraih kebijaksanaan sejati. Ia menegaskan bahwa “k...

Kritik Terhadap Tradisionalisme

Jamal al-Banna, seorang reformis Islam terkemuka yang juga adik kandung dari Hasan al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin, mengarahkan kritik tajam terhadap tradisionalisme dalam Islam, yang menurutnya menghambat kemajuan umat Muslim di dunia modern. Dia menilai bahwa pemahaman tekstual yang kaku terhadap Al-Qur'an dan Hadis telah mengarah pada stagnasi intelektual dan sosial. Salah satu kutipan terkenalnya menyoroti pandangan ini: “Tradisionalisme tidak lebih dari pengabdian pada warisan masa lalu yang membelenggu, tanpa keberanian untuk merefleksikan perubahan zaman.” Dalam pandangan al-Banna, umat Muslim harus berani merevisi pemahaman agama untuk tetap relevan dengan konteks zaman yang terus berubah. Al-Banna berpendapat bahwa banyak interpretasi tradisional lebih bersifat budaya daripada teologis. Dia menegaskan bahwa banyak aturan dan praktik yang dianggap islami sebenarnya merupakan produk sejarah dan budaya tertentu, bukan prinsip-prinsip agama yang universal. Menurutnya, “Kita...

Skeptis tentang Keberadaan Tuhan

Di kota Serang, Banten hiduplah seorang pria bernama Bagas. Bagas adalah seorang skeptis, selalu mempertanyakan segala sesuatu, termasuk keberadaan Tuhan. Meskipun begitu, dia selalu berbuat baik kepada orang lain. Baginya, kebaikan adalah tanggung jawab manusia, bukan perintah dari entitas yang tidak terlihat. Suatu sore yang mendung, Bagas berjalan di tepi sungai yang membelah kota. Pikiran-pikirannya seperti biasa, tenggelam dalam debat internal tentang eksistensi dan moralitas. Tiba-tiba, hujan turun dengan deras. Bagas segera berlindung di bawah jembatan yang sunyi, hanya terdengar suara air yang bergemuruh. Di sana, ia bertemu seorang lelaki tua dengan jubah panjang, duduk tenang di sudut jembatan. Wajah lelaki itu memancarkan kedamaian yang kontras dengan kekacauan hujan di sekitarnya. Bagas, terdorong oleh rasa ingin tahu, mendekat dan menyapa, “Apa yang membuatmu begitu tenang di tengah badai ini?” Lelaki tua itu tersenyum, tatapannya menembus jiwa Bagas. “Aku adalah pengembar...

Parfum dan Kenangan

Seperti parfum, peristiwa itu meninggalkan jejak yang tak terlihat namun terasa, menyusup ke dalam diri dan tak akan pernah hilang. Ketika kita berjalan di antara kenangan, aromanya menyelinap tanpa permisi, membangkitkan kembali luka dan cinta yang pernah menghiasi hari-hari kita. Setiap wangi adalah bisikan lembut dari masa lalu, membawa kita kembali pada saat-saat yang sudah berlalu, namun tetap hidup dalam ingatan. Jejak itu, seperti aroma yang halus namun kuat, merasuk ke dalam lubuk hati, meninggalkan noda tak kasat mata yang tak mungkin terhapus oleh waktu. Kita mungkin tak melihatnya, tapi jejak itu tetap ada, mengikat jiwa kita pada sesuatu yang tak lagi nyata. Begitulah kenangan bekerja, menjelma menjadi bayang-bayang abadi, yang meski tak terlihat oleh mata, selalu dapat kita rasakan dengan sepenuh hati. Tanpa jejak itu, kita hanyalah diri yang kosong, berjalan di dunia tanpa arah yang jelas.

Tuhan dan Tukang Kerupuk

Di suatu sudut pasar yang ramai, ada sebuah warung kopi sederhana yang selalu penuh dengan obrolan seru setiap pagi. Warung itu milik Pak Surip, seorang pria setengah baya yang senyumnya selalu merekah meski hidupnya sederhana. Di sinilah berbagai cerita kehidupan bercampur dengan aroma kopi hitam pekat. Suatu pagi, Warno, penjual kerupuk keliling, duduk di salah satu bangku kayu warung tersebut. Hatinya gundah, sebab dagangannya makin hari makin sepi pembeli. Di hadapannya, cangkir kopi yang dipesannya tak disentuh, hanya mengepulkan asap tipis. Pak Surip, yang tengah membersihkan meja, melihat Warno termenung. “Pagi-pagi kok murung, No? Nggak biasanya,” tanyanya sembari duduk di depan Warno. Warno mengangkat wajahnya yang lelah, menghela napas panjang. “Begini, Pak. Dagangan makin sepi. Utang menumpuk. Hidup kok rasanya berat banget. Kadang, saya berpikir, Tuhan itu ngerti nggak sih, susahnya hidup ini?” Pak Surip tersenyum, menepuk bahu Warno dengan ramah. “Kalau begitu, kenapa ngga...

Menemukan Tuhan dalam Diri Sendiri

𝑻𝒖𝒉𝒂𝒏 𝒕𝒂𝒌 𝒃𝒆𝒓𝒂𝒅𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒓𝒂𝒏𝒈𝒌𝒂𝒊𝒂𝒏 𝒓𝒊𝒕𝒖𝒔 𝒂𝒕𝒂𝒖 𝒅𝒂𝒍𝒊𝒍, 𝒕𝒂𝒑𝒊 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒑𝒆𝒓𝒄𝒂𝒌𝒂𝒑𝒂𝒏 𝒔𝒖𝒏𝒚𝒊 𝒅𝒂𝒏 𝒉𝒆𝒏𝒊𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒏𝒄𝒂𝒓𝒊𝒂𝒏 𝒎𝒂𝒏𝒖𝒔𝒊𝒂.— Goenawan Mohamad, "Percakapan di Sebuah Ruang Tunggu." Spiritualitas, bagi Goenawan Mohamad, adalah perjalanan yang tak terukur oleh aturan dan ritual. Ia melihat hubungan manusia dengan Tuhan bukan sebagai rantai dogma yang mengikat, tetapi sebagai ekspresi kebebasan pribadi yang mendalam dan intuitif. Di luar formalitas agama, spiritualitas menjadi ruang refleksi di mana manusia meraba-raba dalam kegelapan mencari secercah makna. Dalam setiap hembusan napas dan keheningan malam, Goenawan merasakan sentuhan yang tak kasat mata—sesuatu yang melampaui sekadar kata-kata doa atau ritus. Tuhan, dalam pandangannya, adalah entitas yang tidak dibatasi oleh waktu dan tempat, melainkan hadir dalam pengalaman sehari-hari, dalam kesunyian pikiran dan kejernihan hati. Goenawan sering meruju...

Mati Sebelum Mati

Dalam tradisi sufisme Islam di Jawa, Syekh Siti Jenar dikenal dengan ajarannya yang mendalam dan kontemplatif mengenai hubungan antara manusia dan Sang Pencipta. Salah satu konsep paling berpengaruh dan kontroversial dalam ajarannya adalah mati sebelum mati (maut qabla al-maut). Konsep ini mengajak setiap individu untuk mencapai pemahaman spiritual yang lebih tinggi melalui kematian ego dan transformasi batin sebelum kematian fisik. Ajaran ini tidak hanya menantang cara berpikir konvensional tentang kehidupan dan kematian tetapi juga menawarkan cara untuk memahami makna sejati dari eksistensi manusia. 𝐊𝐨𝐧𝐬𝐞𝐩 𝐌𝐚𝐭𝐢 𝐒𝐞𝐛𝐞𝐥𝐮𝐦 𝐌𝐚𝐭𝐢 Syekh Siti Jenar mengajarkan bahwa kematian bukanlah akhir, tetapi transisi menuju kesadaran yang lebih tinggi. Baginya, mati sebelum mati adalah proses spiritual di mana seseorang membebaskan diri dari keterikatan duniawi dan egois, mencapai keadaan kesadaran di mana keberadaan diri larut dalam kehadiran Ilahi. Dalam kitab Suluk Linglung yang...

Maafkan Diri Sendiri

Najwa Zebian dalam salah satu ungkapannya mengingatkan kita bahwa seringkali kita terjebak dalam kenangan yang berulang, menghakimi diri sendiri atas tindakan di masa lalu yang kini kita sadari seharusnya bisa lebih baik.  Kita menyalahkan diri sendiri atas keputusan yang pernah diambil tanpa memahami bahwa masa lalu hanyalah bagian dari proses bertahan hidup. Dengan menerima masa lalu sepenuhnya berarti melepaskan diri dari harapan tentang bagaimana seharusnya hal-hal terjadi. Kita sering kali memutar ulang kenangan yang menyakitkan, mencari-cari apa yang salah, dan berandai-andai jika kita bertindak berbeda. Namun, mengurung diri dalam penyesalan tidak akan mengubah apa yang telah terjadi. Sebaliknya, ini hanya memperpanjang penderitaan dan menghalangi kita dari kemajuan dan pertumbuhan. Najwa Zebian mendorong kita untuk melihat masa lalu sebagai bagian dari proses pembelajaran, bukan sebagai beban yang harus ditanggung selamanya. Versi masa lalu diri kita hanyalah seorang pejuan...

Jangan Takut, Kamu Pasti Akan Mati

Suatu sore di sebuah kampung kecil, Pak Damar, seorang petani berusia lanjut, duduk di teras rumahnya yang sederhana. Matanya menatap ke kejauhan, menembus batas ladang jagung yang menguning, lalu menghilang di cakrawala. Ditemani segelas teh hangat, Pak Damar tampak termenung, memikirkan sesuatu yang mendalam. Hari itu, Adi, cucu kesayangannya, datang berkunjung. Adi duduk di sebelah kakeknya, ikut menikmati ketenangan sore itu. “Kek, apa yang sedang Kakek pikirkan?” tanya Adi, memecah kesunyian. Pak Damar tersenyum tipis, menatap Adi dengan mata yang penuh kasih. “Adi, apakah kamu takut mati?” tanyanya lembut, sambil menggenggam tangan cucunya. Adi tertegun, tidak menyangka akan pertanyaan itu. “Kenapa Kakek tanya begitu?” “Jangan takut, kamu pasti akan mati,” jawab Pak Damar dengan nada yang tenang namun mengandung filosofi mendalam. “Kematian itu seperti malam yang datang setelah siang, tak perlu ditakuti, karena ia adalah bagian dari perjalanan.” Adi terdiam, mencoba mencerna kata...

Beyond God

Konsep Tuhan melampaui definisi dan batasan yang biasanya kita ciptakan melalui doktrin dan dogma. Krishnamurti menekankan bahwa pencarian spiritual membutuhkan keterbukaan dan kebebasan pikiran, bukan keterikatan pada keyakinan yang telah terbentuk sebelumnya. Mengenal Tuhan dengan prasangka atau penilaian berarti kita sudah membawa asumsi dan interpretasi yang dibatasi oleh pengalaman, pendidikan, dan budaya kita. Asumsi ini, menurut Krishnamurti, membentuk hijab yang menghalangi kita dari pemahaman yang mendalam dan autentik tentang apa yang sebenarnya kita cari. Dengan memproyeksikan keyakinan kita ke dalam konsep Tuhan, kita tidak benar-benar mencari Tuhan itu sendiri, tetapi hanya bayangan atau refleksi dari pemikiran kita. Krishnamurti menekankan pentingnya mendekati Tuhan dengan "pikiran bebas." Pikiran bebas ini adalah pikiran yang tidak terikat oleh doktrin, yang terbuka terhadap kemungkinan-kemungkinan baru, dan yang mampu melihat segala sesuatu dengan kejelasan ta...

Kesepian dan Pelukan Hangat

"Saya merasakan kesepian yang mendalam, rasa benar-benar sendirian, seperti ruang kosong. Itu adalah kesepian yang membuat Anda merasa seolah-olah Anda telah ditinggalkan oleh semua orang di dunia. Namun, pada saat yang sama, itu adalah kesepian yang tampaknya menyelimuti Anda dalam pelukan hangat," tulis Haruki Murakami. Kutipan ini menggambarkan dualitas kesepian, ia bisa 'menyakitkan' namun juga 'menenangkan'. Kesepian dalam pandangan Murakami adalah kondisi eksistensial yang melibatkan rasa kehilangan dan keterasingan, namun juga momen introspeksi yang dalam. Ketika kita merasa ditinggalkan, seperti yang Murakami katakan, kita dihadapkan pada kekosongan yang memaksa kita untuk berurusan dengan diri sendiri tanpa gangguan eksternal. Dalam kesunyian ini, ada peluang untuk menemukan keaslian diri kita, untuk menggali lebih dalam dan memahami perasaan serta pikiran kita dengan lebih jernih. Namun, Murakami juga mengakui sisi menenangkan dari kesepian. Ia mengg...

Jangan Terlalu Berambisi

Motivator sering mengarahkan pendengarnya dengan himbauan untuk memenuhi semua ambisi di dalam hidup. Padahal tidak semua ambisi harus dituruti kalau bisa beberapa saja yang dipilih dan dieksekusi, bahkan menurut saya tidak usah menuruti setiap ambisi yang ada sebab tidak akan ada habis-habisnya dan akan muncul ambisi berikutnya yang sulit membuat kita puas. Definisi ambisi yang dimaksud adalah kenginan yang harus dipenuhi sehingga memaksakan diri agar terwujud, yang padahal kalaupun tidak terpenuhi sebenarnya tidak apa-apa. Memaksakan diri untuk bisa mewujudkannya ini didorong oleh hasrat yang tidak bisa membedakan mana yang dikatakan keinginan, keperluan dan kebutuhan. Kalau saja kita benar-benar mengetahui apa yang kita butuhkan, kemudahan untuk mendahulukan yang dibutuhkan saja daripada menuruti keinginan dan keperluan. Kita mampu menentukan skala prioritas, mana yang harus didahulukan dan mana yang bisa dikesampikan untuk nanti saja. Penting kita mengambil jarak terhadap ambisi hi...

Ketuhanan untuk Mengenal Tuhan Tidak Ada

Apakah Tuhan itu ada? Pertanyaan ini telah menggelitik pikiran manusia sejak zaman purba. Kita hidup dalam masyarakat yang begitu terobsesi dengan konsep Tuhan sebagai sosok otoritas yang mengatur segala urusan manusia. Namun, mari kita renungkan, apakah Tuhan benar-benar ada, ataukah itu hanya anggapan manusia? Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering kali melihat Tuhan sebagai entitas yang jauh di atas sana, mengawasi dan menghakimi setiap langkah kita. Kita menciptakan Tuhan dalam gambaran kita sendiri, memberikan-Nya sifat-sifat manusiawi seperti kemarahan, cinta, dan keadilan. Namun, apakah ini bukan sekadar refleksi dari ketakutan dan harapan kita sendiri? Jiddu Krishnamurti pernah mengatakan, “Truth is a pathless land.” Kebenaran adalah tanah tanpa jalan. Kita tidak dapat menemukannya melalui dogma atau kepercayaan yang diteruskan secara turun-temurun. Kebenaran harus ditemukan melalui pemahaman dan kesadaran diri. Bayangkan sebuah percakapan di sebuah desa. Seorang pria bertany...

Cara untuk Melawan Bully, Begini Tips dan Triknya!

Pernah nggak sih, kalian merasa jadi bulan-bulanan teman sendiri? Rasanya nggak enak, ya. Padahal, lingkungan persahabatan itu seharusnya jadi tempat kita bisa nyaman dan aman. Tapi, kenyataannya, seringkali kita malah dibully. Nah, bagaimana caranya melawan bully ini?  Bayangkan ini: kita duduk di sebuah warung kopi, menikmati secangkir kopi sambil ngobrol dengan teman-teman. Tiba-tiba, ada satu teman yang mulai mengejek. Mungkin awalnya hanya bercanda, tapi lama-lama keterlaluan. Kita diam saja, sakit hati, tapi tidak tahu harus bagaimana. Saya pernah merasakan hal yang sama. Dulu, saya sering jadi target bully. Mereka pikir saya ini bahan candaan yang takkan melawan. Tapi, saya belajar satu hal penting: kalau kita diam saja, mereka akan terus merasa bisa seenaknya. Kita harus menunjukkan bahwa kita punya keberanian. Mari kita belajar dari sebuah kisah nyata. Seorang teman saya, sebut saja namanya Andi, sering dibully oleh geng di sekolahnya. Awalnya, Andi diam saja, merasa takut...

Belajar Bersyukur dari Perasaan Minder

Pernah merasa minder karena gaji pas-pasan dan karier yang tertinggal jauh dari teman-teman? Jangan khawatir, Anda tidak sendiri. Saya juga pernah merasakan hal yang sama. Teman-teman saya sudah pada naik jabatan, punya mobil baru, sementara saya masih berkutat dengan motor butut dan gaji yang lebih sering habis sebelum tanggal tua. Saya ingat suatu hari, ketika sedang nongkrong di warung kopi bersama teman-teman lama. Mereka bercerita tentang perjalanan bisnis ke luar negeri, mobil baru, dan rumah yang baru saja direnovasi. Saya hanya bisa tersenyum sambil menyeruput kopi, berusaha menyembunyikan rasa minder yang menggelegak di dada. Rasanya seperti anak ayam kehilangan induk. Namun, di balik semua itu, saya mulai berpikir, kenapa harus minder? Minder muncul karena kita sering membandingkan apa yang kita punya dengan apa yang orang lain miliki. Padahal, hidup ini bukan kompetisi siapa yang paling kaya atau siapa yang paling sukses. Hidup ini tentang bagaimana kita bisa menikmati dan b...

Polemik Gelar Habib Mulai Sejarah Hingga Penyalahgunaannya

Gelar "Habib" dalam tradisi Islam, terutama di kalangan masyarakat Indonesia, memiliki konotasi yang kuat dan dihormati. Gelar ini pada awalnya diberikan kepada keturunan Nabi Muhammad yang diharapkan menjadi panutan dalam kehidupan spiritual dan sosial. Namun, dalam praktiknya, tidak semua yang menyandang gelar ini layak untuk diikuti. Fenomena penyalahgunaan gelar habib menjadi isu yang semakin meresahkan, terutama ketika gelar tersebut digunakan untuk menciptakan figur otoritas, mengambil keuntungan, dan mengendalikan umat. Sejarah awal mula gelar habib bermula dari keturunan Sayyid di Hadramaut, Yaman, yang dikenal sebagai pemuka agama dengan ilmu yang mendalam dan perilaku yang patut dicontoh. Mereka bermigrasi ke Nusantara dan diterima dengan baik oleh masyarakat lokal, yang kemudian memberikan gelar kehormatan ini. Namun, seperti yang diungkapkan oleh Musa Kazhim Alhabsyi dalam bukunya Identitas Arab Itu Ilusi , gelar ini sering kali dipakai sebagai simbol status yang ...

Kuasa Uang dalam Pemilihan Umum

Pemilihan umum di Indonesia, yang seharusnya menjadi pesta demokrasi, sering kali tercemar oleh praktik politik uang. Fenomena ini tidak hanya mengubah esensi demokrasi menjadi transaksi finansial, tetapi juga membuka pintu lebar bagi korupsi dan politik balas budi. Sejak era pasca Orde Baru, sebagaimana dijelaskan oleh Burhanudin Muhtadi dalam bukunya *Politik Uang dalam Pemilu Pasca Orde Baru*, politik uang telah menjadi alat transaksional yang efektif untuk mempengaruhi pilihan pemilih. Dalam setiap pemilu, dari legislatif hingga eksekutif, politik uang beroperasi dengan cara yang sederhana namun merusak. Calon-calon pemimpin, baik itu calon anggota legislatif, calon walikota, hingga calon presiden, seringkali menggunakan uang untuk membeli suara. Bagi-bagi uang ini bisa terjadi secara terang-terangan ataupun terselubung, menjelang hari pencoblosan atau bahkan jauh sebelum itu. Masyarakat, yang kadang terdesak oleh kebutuhan ekonomi, sering kali tergoda menerima uang tersebut tanpa ...

Indonesia Negara yang Bukan-Bukan

Indonesia sering kali disalahpahami dalam konteks apakah ia merupakan negara sekuler atau negara agama. Seperti yang pernah dikatakan oleh Gus Dur, "Indonesia adalah negara yang bukan-bukan karena bukan negara agama tapi juga bukan negara sekuler." Pernyataan ini mencerminkan realitas unik Indonesia yang tidak mudah dikategorikan dalam definisi konvensional. Secara resmi, Indonesia bukan negara yang berdasarkan agama tertentu. Kita tidak memiliki agama negara yang diakui secara resmi seperti Iran dengan Islamnya atau Vatikan dengan Katoliknya. Namun, Indonesia juga bukan negara sekuler seperti Prancis, di mana agama benar-benar dipisahkan dari kehidupan bernegara. Di Indonesia, ada Kementerian Agama yang mengurusi keperluan agama rakyatnya, mulai dari mengatur hari libur nasional keagamaan hingga urusan haji. Contoh nyata dari pendekatan ini dapat dilihat dalam kebijakan pemerintah yang mengakomodasi berbagai perayaan keagamaan. Hari-hari besar seperti Idul Fitri, Natal, Wais...

Bersahabat dengan Emosi

Dalam hidup, kita sering kali dihadapkan dengan emosi negatif seperti trauma, kebencian, dan kemarahan. Emosi-emosi ini bisa begitu kuat dan sulit dikendalikan. Ketika kita berusaha menekan atau melawannya, emosi tersebut justru menjadi semakin gelisah dan muncul kembali dengan lebih intens. Dalam pandangan Haemin Sunim, alih-alih melawan emosi negatif, kita perlu bersahabat dengan emosi tersebut, menyadarinya, dan membiarkannya mengalir dengan sendirinya. Emosi negatif adalah bagian dari kehidupan kita yang tak terelakkan. Ketika kita mengalami trauma atau kemarahan, kita sering merasa terjebak dalam lingkaran perasaan yang menyakitkan. Kita mencoba untuk melawan atau menekan perasaan tersebut, namun seringkali upaya ini justru membuat kita semakin tenggelam dalam emosi tersebut. "Semakin kita mencoba mengendalikannya, semakin ia menjadi gelisah dan muncul kembali," kata Haemin Sunim. Maka dari itu, penting bagi kita untuk belajar bersahabat dengan emosi kita. Salah satu car...

Kesehatan Mental dan Solusi Filsafat Stoik

Kesehatan mental menjadi isu yang semakin penting di era modern ini, di mana tekanan hidup seringkali menimbulkan berbagai masalah seperti marah, gelisah, kepanikan, mudah sedih, dan overthinking. Banyak orang mencari cara untuk mengatasi tantangan emosional ini, dan salah satu pendekatan yang menawarkan solusi efektif adalah filsafat Stoik, yang dijelaskan dalam buku "Filosofi Teras." Filsafat Stoik, yang berasal dari pemikiran para filsuf Yunani dan Romawi kuno seperti Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius, memberikan panduan yang realistis dalam menghadapi kesulitan hidup. Salah satu konsep utama dalam Stoikisme adalah dikotomi kendali. Filsafat ini mengajarkan bahwa ada dua hal dalam hidup: yang berada dalam kendali kita dan yang tidak. Epictetus menyatakan, “Hal-hal di luar kendali kita adalah tubuh kita, harta kita, reputasi kita; apa pun yang bukan dari tindakan kita sendiri.” Pemahaman ini sangat penting karena membantu kita fokus pada hal-hal yang bisa kita kendalik...

Kota Serang, Aje Megegeg!

Kota Serang, meskipun berada dalam jarak yang relatif dekat dengan ibu kota Jakarta, hingga kini belum menunjukkan kemajuan yang signifikan. Hal ini menimbulkan banyak pertanyaan di benak warga: Mengapa kota ini seolah-olah tertinggal dari segi pembangunan dan daya saing dibandingkan daerah lain? Masalah utama yang dihadapi Kota Serang adalah kurangnya inovasi dalam kepemimpinan. Selama bertahun-tahun, kebijakan yang diambil lebih berfokus pada rutinitas administratif daripada terobosan nyata yang dapat membawa perubahan berarti. Akibatnya, banyak potensi kota yang tidak tergarap dengan optimal. Padahal, sebagai ibu kota Provinsi Banten, Serang seharusnya bisa menjadi contoh kemajuan dan modernisasi bagi kota-kota lainnya di Indonesia. Selain itu, kurangnya infrastruktur yang memadai juga menjadi salah satu penghambat utama. Jalanan yang rusak, fasilitas umum yang tidak terawat, serta pelayanan publik yang seringkali mengecewakan membuat masyarakat Serang semakin merasa tertinggal. Sit...