Btw lagi ngetrend nih istilah sehidup sesurga, mengalahkan pamor sehidup semati. Katanya sehidup sesurga lebih bagus dari pada sehidup semati, sebab kalau sehidup semati belum pasti matinya masuk apa, mending dijadikan doa saja, sehidup sesurga bersama sama, menjadikan hidup dan mati seindah surga.
Saya sendiri kurang setuju jika parameter kebahagiaan dari konsep sehidup sesurga. Surga bukanlah tujuan dan puncak dari kebahagiaan seseorang. Bagaimana jika kita ubah menjadi sehidup seadanya. Mengalir sebagaimana adanya, menikmati semua yang hadir. Kalau tidak ada tidak di cari cari, dan jika ada di nikmati.
Kita tidak akan pernah bisa hidup seutuhnya, jika kita sendiri belum bisa memaknai kehidupan itu sendiri sebagai misteri. Dan kita pun tidak akan pernah bisa merasakan indahnya surga, jika membuat kesempurnaan kehidupan seperti surga yang rasa rasanya mudah secara imajinatif namun secara kenyataannya begitu sulit.
Jadi baik, sehidup maupun sesurga, adalah tawaran yang terlalu muluk muluk dan berlebihan. Kita terlalu mudah di iming imingi oleh kenikmatan yang sebenarnya sulit untuk dicapai. Mulai saat ini coba lah, menghadapi kehidupan dengan seadanya. Seadanya ada masalah yang hadir di hadapi, seadanya kebahagiaan yang datang di rayakan, dan seadanya apapun yang ada di nikmati. Bukan di cari cari.
Buatlah semakin sederhana, sederhana dalam melihat kehidupan bukan dengan gambaran ideal, sibuk mencari cari ke luar yang belum ada dan asyik membandingkan kehidupan dengan orang lain. Tampakkan wajah kehidupan dengan apa adanya. Sehidup Seadanya.
Roby Martin
Cilegon, 05012018
Komentar
Posting Komentar