Bagi yang sering mengucapkan permintaan maaf, namun tidak di imbangi dengan perbaikan perilakunya. Mungkin awalnya orang akan memaafkannya, namun jika mengulanginya kembali bahkan berkali kumat melulu, maka bersiap siaplah kehilangan kepercayaan dan hilang pula rasa memaafkan.
Lha wong sudah di maafkan tapi tetap saja ngeyel, enggak mau berubah dan evaluasi diri. Sebenarnya secara ucapam dia sudah menyesal dan berniat mau berubah. Entahlah beda ucapan, beda juga tindakan. Perubahannya hanya sekedar di mulut saja, belum sampai kepada tindakan nya yang konsisten.
Kalau sudah begini menyebabkan catatan maaf di otaknya menjadi hilang. Hilang karena sudah bosan di bohongi dengan janji manis, namun tidak ada realisasinya.
Lama kelamaan yang ada malah menabung rasa kesal. Rasa kesal yang bertambah dan terus bertambah karena tidak kunjung ada perubahan.
Ada 2 pilihan mau terus berurusan dengan orang tersebut dengan menjaga jarak dengannya, ya cukup tau aja kalau dia memang memiliki kelakuan yang seperti itu. Atau sekalian di tegaskan, tidak lagi mau berhubungan sama sekali, putus hubungan. Titik.
Ada yang bilang sabar itu tidak ada batasnya, jika ada batasnya itu bukan sabar. Pernah dengar? Ya lihat dulu konten, konteksnya seberapa rutin dia melakukan tindakan yang tidak kita sukai, seperti apa.
Kita masih belum bisa meneladani seperti Nabi Isa Al Masih, yang mengatakan ketika di tampar pipi kiri, maka berikanlah pipi kanan. Atau seruan
“…dan balasan kejelekan itu adalah kejelekan pula, namun siapa yang memaafkan dan memperbaiki (hubungannya), maka pahala baginya di sisi Allah. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang dhalim. “(QS Asy Syura 40)
Mungkin hal ini mudah bagi beberapa orang, namun bisa di bayangkan jika ia melakukan kesalahan berulang ulang, bisakah memaafkan? Rasakan bagaimana jika ada orang yang hobi membully tiap hari kepadamu?
Mampukah memaafkan? dan dengan mudahnya bersabar? tentu tidak, bukan. Butuh proses dan waktu untuk sampai ke level memaafkan dan bersabar.
Begitupun ketika merespon orang atau keadaan yang membuat marah dan kesal, anjuran baiknya adalah, responlah dengan perkataan baik, bahkan kalau bisa ucapan istighfar atau 'nyebut'.
Bisa jadi awalnya mudah mengucapkan 'astaghfirulloh', itu sekali dan ketika kedua, ketiga, ke empat dan seterusnya masih tetap di bikin kesal dan marah, apakah mampu tetap 'nyebut'? kalau tidak kuat menahannya, keluar juga kata kata, Anjing.. Tai.. Kampret.. Juancuk.. dan seterusnya. Ini ungkapan manusiawi ketika ada orang yang marah dan kesal. Saran buruk saya jangan di tahan, keluarkan saja. Yang penting terima resikonya sendiri.
Memang bagus ketika ada yang menyarankan menggantinya dengan respon yang baik dan mengubah mindset kita, tapi kembali lagi kepada realita yang ada. Bahwa terkadang memang kita mudah sekali terburu buru emosional. Ini yang harus di kendalikan.
Untuk yang catatan maafnya sudah hilang di otaknya, kapan kapan cobalah memaafkan kembali. Mudah mudahan catatan maaf itu masih ada. Belajarlah pelan pelan, kali saja bisa memaafkan sungguh sungguh.
Jika masih sulit, tidak apa-apa, nanti saja, kapan kapan. Meski ada yang bilang sudah memaafkan tapi masih saja bayangan wajah dan kejadian nya teringat kuat, masih menyimpan kesal, kalau ada kesempatan malah mau balas dendam. Semoga hal ini tidak terjadi, bisa menahan dan melepaskannya di tempat yang tepat.
Cilegon, 17012018
Roby Martin
Komentar
Posting Komentar