Pengalaman di Dunia Perhijrahan dan Latar Belakang Menulis Buku Ngerasa Paling Hijrah dan Suka Nyebelin
Pengalaman saya di dunia perhijrahan dimulai dari Sekolah Menengah Pertama awal mengikuti halaqoh dan membuat tim nasyid. Pernah menjadi Ketua Rohani Islam dan Ketua Kesatuan Aksi Pelajar Muslim Indonesia semasa duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. Saat Mahasiswa lumayan banyak ikutan organisasi mulai dari Lembaga Dakwah Kampus, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Laboratorium Dakwah Pemuda dan Pelajar, Pengisi Menthoring Agama Islam di sekolah-sekolah, Koordinator Little Madinah dan banyak lagi lainnya.
Memang saya punya kapabilitas dan pengalaman yang lumayan di dunia pergerakan keislaman, sekadar adu ilmu agama boleh lah, kebetulan dulu suka diskusi dan debat dengan pergerakan islam yang ada di sekolah dan kampus. Ini semua saya share untuk mengetahui track record dan punya landasan dalam menulis buku yang bergenre islam.
Latar Belakang menulis buku Ngerasa Paling Hijrah dan Suka Nyebelin adalah refleksi diri saya mengenai pengalaman, sudut pandang, konflik, saran, kritik dan interkasi terhadap fenomena hijrah. Bukan karena motif kebencian terhadap perorangan, komunitas, organisasi dan partai tertentu.
Saya memahami bahwa pengalaman adalah guru terbaik dalam kehidupan yang berarti setiap pengalaman selalu memberikan pelajaran, makna dan hikmah kepada diri saya. Pengalaman berada di dalam pergerakan keislaman, komunitas hijrah, organisasi keislaman, hingga partai Islam secara langsung saya berinteraksi dan bergesekan.
Saya mengetahui baik dan buruk di dalamnya, kemudian saya simpan baiknya dan buang buruknya. Kebaikan dan keburukan yang ada merupakan cermin bagi diri saya agar bisa tumbuh dan bijaksana melalui pengalaman yang saya lewati.
Jika ada yang beranggapan saya jadi ateis, agnostik, liberal, murtad dan sejenisnya, saya bisa tegas mengatakan itu salah. Saya tetap beragama Islam dan bertuhankan Allah. Kalau ditanyakan apa perubahan dan perbedaannya, mudah-mudahan di buku yang saya tulis bisa menjelaskan.
Jika ada yang kaget saya pernah ada di rumah ibadah agama lain, memang saya sering kumpul dengan pemuda lintas agama yang bertempat di rumah ibadah agama lain, kebetulan masjid jarang kita tempati, paling kita memakai pondok pesantren milik kyai Nahdatul Ulama (NU).
Andai saja mereka mau silaturahmi atau minimal tabayun, anggapan itu semua bisa memudar dengan sendirinya. Meski begitu, semua anggapan buruk tidak apa-apa saya terima sendiri karena saya tidak bisa mengendalikan anggapan orang lain dan yang bisa saya kendalikan adalah anggapan diri saya sendiri. Mudah-mudahan buku yang saya tulis bisa menjawab kesimpangsiuran yang ada.
Komentar
Posting Komentar