Rumah adalah tempat kita untuk berkumpul bersama keluarga. Pulang ke rumah berarti kita sedang kembali ke tempat yang bisa menghilangkan segala lelah, makanan tersedia dengan mudah, kenyamanan tempat tidur, keseruan bermain bersama anak dan istri.
Bagaimana jika rumah itu orang lain yang kita anggap sebagai orang yang dicintai dan bisa memberikan semua kenyamanan yang sudah kita idam-idamkan. Orang lain ini nantinya bisa menjadi pasangan hidup kita yang akan menemani masa tua kita dengan segala kerumitan dan kesenangan yang ada di dalamnya.
Bagaimana juga jika yang disebut dengan rumah adalah diri kita sendiri. Rumah bukan ada di orang lain atau di benda tertentu, namun ada di dalam diri kita. Ini menarik, kita dapat menyelami kedalaman diri kita sendiri dengan belajar mencintai diri. Kita sadar bergantung dengan orang lain membuat menderita, sebab kita tidak dapat mengendalikan orang lain dan tidak bisa memaksa orang lain untuk memenuhi semua maunya kita.
Rumah sebagai orang lain maupun diri sendiri, keduanya merupakan pilihan kita sendiri. Biasanya ketika sudah lelah dengan bergantung dengan orang lain, ia akan kembali ke diri sendiri. Perasaan kecewa yang muncul pada saat menjadikan orang lain sebagai rumah, dikembalikan kepada diri sendiri agar kita bisa bertanggung jawab penuh atas setiap keputusan hidupnya.
Untuk bahan pembelajaran hidup, kita memerlukan penderitaan demi mengetahui jalan hidup apa yang sebaiknya kita ambil, tanpa penderitaan yang kita terlalu nyaman dengan kenikmatan hidup yang membuat kita terlena dan tidak mau belajar.
Rumah adalah diri kita sendiri, dengan ini kita belajar untuk bisa mencintai diri sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Kita memusatkan seluruh kehidupan kepada diri sendiri, bukan orang lain. Kita menempatkan diri sendiri sebagai penentu utama dan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan yang dilakukan. Mungkin akan terkesan egois, namun ini merupakan cara diri untuk bisa lebih peduli dengan kebutuhan dirinya.
Bagaimana jika rumah itu orang lain yang kita anggap sebagai orang yang dicintai dan bisa memberikan semua kenyamanan yang sudah kita idam-idamkan. Orang lain ini nantinya bisa menjadi pasangan hidup kita yang akan menemani masa tua kita dengan segala kerumitan dan kesenangan yang ada di dalamnya.
Bagaimana juga jika yang disebut dengan rumah adalah diri kita sendiri. Rumah bukan ada di orang lain atau di benda tertentu, namun ada di dalam diri kita. Ini menarik, kita dapat menyelami kedalaman diri kita sendiri dengan belajar mencintai diri. Kita sadar bergantung dengan orang lain membuat menderita, sebab kita tidak dapat mengendalikan orang lain dan tidak bisa memaksa orang lain untuk memenuhi semua maunya kita.
Rumah sebagai orang lain maupun diri sendiri, keduanya merupakan pilihan kita sendiri. Biasanya ketika sudah lelah dengan bergantung dengan orang lain, ia akan kembali ke diri sendiri. Perasaan kecewa yang muncul pada saat menjadikan orang lain sebagai rumah, dikembalikan kepada diri sendiri agar kita bisa bertanggung jawab penuh atas setiap keputusan hidupnya.
Untuk bahan pembelajaran hidup, kita memerlukan penderitaan demi mengetahui jalan hidup apa yang sebaiknya kita ambil, tanpa penderitaan yang kita terlalu nyaman dengan kenikmatan hidup yang membuat kita terlena dan tidak mau belajar.
Rumah adalah diri kita sendiri, dengan ini kita belajar untuk bisa mencintai diri sendiri tanpa bergantung dengan orang lain. Kita memusatkan seluruh kehidupan kepada diri sendiri, bukan orang lain. Kita menempatkan diri sendiri sebagai penentu utama dan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan yang dilakukan. Mungkin akan terkesan egois, namun ini merupakan cara diri untuk bisa lebih peduli dengan kebutuhan dirinya.
Kamu bukan lah rumah dan aku adalah rumah bagi diriku sendiri. Kamu adalah orang lain yang sedang main atau bertetanggaan dengan rumahku. Aku adalah tuan rumah yang memiliki kendali penuh atas semua yang ada di dalam rumahku. Kamu bukan lah rumah, rumahku di sini dan saat ini.
Komentar
Posting Komentar