Mari kita mulai dengan satu pertanyaan mendasar: adakah bukti empiris bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan? Jawabannya: tidak ada. Sampai detik ini, tidak ada satu pun data ilmiah atau eksperimen yang bisa membuktikan bahwa manusia pertama—entah disebut Adam atau yang lain—muncul karena ciptaan sosok ilahi. Cerita Adam hanyalah narasi mitologis yang tertulis dalam kitab suci, bukan dokumen sejarah atau hasil penelitian ilmiah.
Dalam sains, sesuatu dianggap valid jika bisa diamati, diukur, dan direplikasi. Tapi penciptaan manusia versi agama tidak memenuhi tiga kriteria tersebut. Evolusi, sebagai teori ilmiah, memberikan penjelasan lebih masuk akal dan didukung bukti fosil, genetika, hingga kesamaan struktur biologis antar spesies. Charles Darwin tidak pernah menyebut Tuhan dalam proses itu—karena memang tidak ada kebutuhan untuk hipotesis semacam itu.
Dr. Ryu Hasan sering menekankan bahwa “keyakinan bukan kebenaran.” Agama menawarkan narasi untuk menjawab rasa penasaran manusia tentang asal-usulnya, tapi bukan jawaban faktual. Adam sebagai manusia pertama hanyalah simbol, bukan realita sejarah. Sama seperti dewa-dewi dalam mitologi Yunani, kisah ini punya nilai budaya, tapi bukan bukti empiris.
Jadi, jika kita ingin jujur secara intelektual, kita harus bedakan antara keyakinan dan pengetahuan. Sains tidak melawan agama, tapi juga tidak tunduk padanya. Sebab sains berdiri di atas bukti, bukan iman. Dan sampai hari ini, tidak ada satu pun bukti bahwa manusia adalah hasil “ciptaan.” Kita adalah hasil dari proses panjang yang acak, kompleks, dan luar biasa—tanpa perlu tangan gaib untuk menjelaskannya.
Komentar
Posting Komentar