Saya punya teman, sebut saja namanya Maman. Dia bangga betul karena punya kenalan pejabat. Di setiap tongkrongan, dia selalu menyelipkan kalimat sakti, “Waktu itu saya ngobrol sama Pak Camat, katanya sih…” atau “Saya sama Wakil Walikota deket, Bro.”
Awalnya kami pikir dia bercanda. Tapi makin ke sini, makin sering dia bawa-bawa nama pejabat itu seakan-akan punya efek magis. Lucunya, waktu dia ditilang polisi karena nerobos lampu merah, nggak ada satu pun “kenalan pejabat”-nya yang bisa bantu. Akhirnya dia bayar tilang sendiri sambil misuh-misuh, “Padahal saya tuh kenal Pak Lurah, loh!”
Nah, di situlah saya belajar satu hal: punya kenalan pejabat nggak otomatis bikin kita punya kuasa atau keistimewaan. Ibarat punya nomor WA artis, tapi cuma bisa lihat statusnya doang, nggak pernah dibalas juga. Temenan iya, tapi nggak berarti apa-apa.
Banyak orang terlalu mengagungkan “relasi”, sampai lupa bahwa pengaruh sejati bukan soal kenalan siapa, tapi kontribusi kita apa. Kadang, kita cuma figuran di hidup mereka, sementara mereka jadi pusat semesta dalam bayangan kita.
Teman pejabat itu kayak punya foto bareng presiden. Buat dipajang oke, buat pamer mungkin manjur, tapi buat bantu urusan? Belum tentu.
Jadi, punya kenalan pejabat itu bukan dosa, tapi jangan dibesar-besarkan seolah hidup bakal lebih mudah. Karena hidup tetap harus dijalani dengan usaha sendiri, bukan berharap dibantu dari nama yang cuma kita sebut-sebut, tapi nggak kenal kita.
Komentar
Posting Komentar