Dampak dari rasa kecewa biasanya muncul ragu. Seseorang yang telah membuatnya kecewa wajar jika punya isu kepercayaan untu ragu dalam jangka waktu tertentu. Kecewa dan ragu merupakan dua sisi yang tidak terpisahkan dan untuk menghilangkannya memerlukan bukti yang konsisten demi menunjukkan kesungguhannya.
Saya coba mengingat kembali kapan terakhir merasakan kecewa dan ragu, teranyata rasanya sungguh menyebalkan. Setiap ingatan yang muncul menciptakan perasaan kecewa dan ragu yang semakin kuat. Dengan menarik kecewa otomatis ragu akan mengikuti tarikan tersebut.Sekarang bagaimana cara untuk menghapus semua kecewa dan ragu yang terlanjut sudah ada? Tinggal dilihat kembali, kita menaruh kecewa dan ragu tersebut kepada orang atau tindakannya.
Apabila orangnya bisa jadi akan sulit dihapuskan sebab ingat orangnya mudah menarik kekecewaan dan keraguan, sedangkan dengan melihat tindakannya kita bisa mengukurnya dari konsistensi tindakan yang disertai perubahan menjad lebih baik.
Ukuran dan batasan yang dinilai dari konsistensi ini yang membuat kita bisa mengembalikan kepercayaan yang dulunya mulai luntur. Konsistensi berkaitan dengan lamanya waktu yang dilakukan, sekali saja keluar dari jalur konsistensi, penilaian tersebut bisa runtuh dan melipatgandakan kecewa dan ragu semakin besar.
Kalau sudah begini menaruh kepercayaan kepada orang tersebut sudah bukan pilihan yang tepat, sebab resikonya adalah kita akan mengalami rasa sakit yang sama. Sama seperti ketika pertama dahulu pernah disakiti dengan tindakan yang mengecewakan.
Pilihan ini semua tergantung kita sendiri yang menentukan untuk diberikan kesempatan ke sekian kalinya atau putus hubungan tanpa ada lagi akses komunikasi kepada diri kita. Kita punya harga diri agar jangan sampai berurusan dengan orang tersebut.
Bisa jadi jarak dan renggangnya hubungan baik untuk kita, sehingga dapat intropeksi diri satu sama lain. Utamanya bukan mencari benar dan salah melainkan demi mendapatkan ketepatan tindakan dan tidak ada yang dirugikan kembali.
Komentar
Posting Komentar