Saya sering menyarankan kepada teman untuk jangan buru-buru menikah sambil saya memberikan sejumlah alasan logisnya agar mudah dimengerti dan memperhitungkan resiko serta keputusan yang diambil.
Menikah tidak seindah apa yang dikatakan oleh para Ustadz yang sering mengajak nikah dan nikah lagi (poligami). Ajakan mereka itu tidak disertai dengan cara menangani kusutnya rumah tangga yang berakhir pada perceraian.Anehnya ada Coach yang menyarankan kalau ada istri yang tidak menerima syariat Allah yakni poligami, istri tersebut boleh diceraikan dan memilih istri yang menerima syariat Allah dan sunnah Rasul yang mulia.
Terlepas dari itu menikah adalah pilihan, bukan sebuah kewajiban. Melihat pernikahan jangan berhenti di kenikmatan dan keindahannya, sebaiknya lihat juga keributan dan masalah yang ada di dalamnya.
Tanpa kebijaksanaan yang cukup, pernikahan akan menjadi masalah hidup yang tidak kunjung usai, baik yang belum, yang akan maupun yang telah menikah. Kebijaksaan yang dimaksud adalah kita mampun mengatasi masalah pernikahan dengan baik, tanpa berlarut-larut dalam waktu yang lama.
Pernikahan jelas bukan pintu ajaib yang mampu merubah pasangan lebih baik atau cara agar pasangan bisa lebih tanggung jawab. Pernikahan adalah proses belajar tanpa henti agar suami dan istri mau meruntuhkan egonya demi pasangan dan anak-anaknya.
Kalau dianggap waktu pacaran atau pdkt dirasa cukup untuk mengenal pasangannya, ketika menikah kita akan menemukan kejutan baru yang ternyata pasangan kita setiap saat akan berubah. Bisa marah dengan tiba-tiba, bisa ribut dengan masalah yang itu-itu saja dan menghadapi pola masalah rumah tangga yang berulang itu kita sering kesulitan untuk menyelesaikannya.
Saran untuk waktu tidak menikah adalah tepat bagi kamu yang belum siap menerima tanggung jawab dan resiko yang besar di dalam rumah tangga. Apalagi masalah utamanya ada di dalam diri kita sendiri, kalau mengurus diri sendiri saja tidak becus, apalagi berurusan dengan pasangan dan anak-anak nanti.
Komentar
Posting Komentar