Saya senang bercanda dengan istri yang memiliki keahlian bersertifikasi dari keluarganya yang mampu mendidik anak dengan baik dan benar versi dirinya. Saya memujinya dengan tulus, kalau nanti Lurah datang ke rumah jangan kaget ya, tadi Pak Lurah telpon mau kasih penghargaan keluarga terbaik tingkat kelurahan.
Istri tentu tidak percaya dan tertawa terbahak-bahak atas lawakan yang saya berikan. Waktu lagi ramai-ramainya kelas parenting, saya sempat meminta istri ikut kelas parenting yang di adakan online dan offline, hasilnya alhamdulillah istri jadi semakin sabar dan tawakal ketika dia tidur. Tetap saja kalau dalam menghadapi anak yang sudah tantrum, pasti keluar tanduk dan marah-marah.
Saya menyerahkan urusan parenting kepada istri saja dan di sini letak kesalahan saya, saya sibuk bekerja dan mengurus urusan lain di luar rumah. Interaksi dengan anak-anak lebih banyak istri ketimbang saya yang jarang ada di rumah. Sebisa mungkin saya sempatkan bermain dan jalan-jalan di hari libur kerja, walau saya rasa masih kurang.
Ternyata saya pun membutuhkan ilmu parenting yang baik dan benar, walaupun secara teori sudah tahu dan pada kenyataannya sulit untuk dilakukan. Hambatannya terletak pada kemampuan mengelola emosi dan cara komunikasi yang buruk. Kami berdua menyadari kesalahan ini namun kerap kali menemukan kegagalan dalam memperbaikinya.
Sebagai orang tua kami berusaha sebaik mungkin dalam mengasuh anak dengan cara yang tidak seperti tetangga lain yang anak-anaknya dibiarkan begitu saja mengeluarkan kata-kata kasar dan makian yang tidak sopan serta layak bagi anak-anak di bawah umur.
Anak kami sering kami kasih tahu mengenai batasan dan aturan dalam bermain dengan temannya di luar rumah. Harus bisa menjaga lisan dan perbuatannya, jangan jadi anak nakal.
Walaupun baru sebatas itu anak kami terlihat lebih baik daripada anak yang lainnya di tempat tinggal kami. Masih bisa menjaga lisannya dari kata-kata kasar dan kotor. Kami percaya bahwa penentu akhlak anak adalah dari rumah dan pengasuhan orang tuanya.
Jangan mempercayakan semuanya kepada guru dan teman-temannya, kami sebagai orang tua terus melakukan pendidikan yang terbaik dengan sebatas yang kami mampu dan tentu masih ada kekurangan di sana sini, namun kami siap memperbaikinya.
Akhirnya ilmu parenting kita simpan sebagai ilmu pengetahuan yang tidak bisa ideal dan saklek dalam penerapannya. Kami memberikan teladan sebaik mungkin dengan iringan marah dan bentakan yang membuat anak-anak menangis. Kami memberikan pendidikan yang terbaik dalam sains dan agama, sambil memberikan kebebasan mereka untuk bermain dalam ketentuan yang sudah kami tetapkan.
Kelenturan dalam parenting ini terkadang dilupakan, anak sering dipaksa menjadi penghapal kitab suci dan pintar dalam belajar tanpa diberikan kebebasan dan waktu bermain yang cukup. Bagi kami ini melawan kefitrahan, anak-anak butuh waktu bermain dan punya keunikan masing-masing dalam hal kecerdasan.
Kita bisa mendampinginya dan menemaninya untuk meraih cita-cita yang anak-anak inginkan. Kita mengarahkan bukan memaksa, kita memberikan teladan bukan hanya bisa memerintah, kita menjadi teman bagi anak bukan orang yang ditakuti. Ini tidak mudah namun masih mungkin kita lakukan untuk kebaikan orang tua dan anak-anak.
Komentar
Posting Komentar