Semasa menjadi aktivis pergerakan mahasiswa yang berkiblat pada ikhwanul muslimin yang di bawa oleg hasan al bana dari mesir, tentu saya menjadi sangat yakin dengan tujuan besar ikhwanul muslimin dalam maratibul amal yakni kejayaan islam menjadi ustadzul 'alamiyah (guru peradaban dunia), bukan terhenti di tahapan khilafah islamiyah saja seperti di Hizbut Tahrir. Perdebatan antar harokah islamiyah pun sering saya lakukan untuk memenangkan ideologi yang saya pegang, dengan keahlian debat yang saya punya, mudah untuk mengalahkan mereka yang suka mengajak debat, minimal membuatnya kesal dan emosi sendiri, ini permainan yang menyenangkan bagi saya. Sudah ngelotok mengkaji study perbandingan harokah dan agama, karena semenjak SMP saya sudah bergabung di gerakan keislaman, SMA sudah sering meladeni perdebatan antar gerakan keislaman, jadi pas kuliah tinggal melanjutkan saja.
Namun semuanya berubah dan berganti, karena kesenangan saya belajar ke guru mana pun dan buku apapun, saya hancurkan semua ideologi yang ada, saya letakkan pemikiran saya tentang islam, saya bantah, saya dusta kan, pokoknya saya hancur leburkan semuanya hingga tak bersisa. Dampaknya membuat saya hang dan bengong berhari hari, bisa di bayangkan keyakinan dan ideologi yang saya pegang kini sudah tidak ada lagi. Tidak ada pegangan, tidak ada sandaran, tidak ada apapun. Ini untuk menata ulang kembali, bangunan yang tadinya utuh di hancurkan sebab bangunan itu bikinan orang lain, buku buku, guru guru. Berganti dengan yang hadir dari diri saya sendiri. Kemurnian yang datang dari diri sendiri tanpa ideologi apapun.
Saya tutup tulisan ini dengan sebuah ungkapan yang indah,
No opinion, no thought, no philosophy, no ideology, no judgement, no distinction. Dont choose, be choiceless. (sadhana)
Serang, 14042017
Roby Martin
Komentar
Posting Komentar