Langsung ke konten utama

Tanpa Ideologi

Semasa menjadi aktivis pergerakan mahasiswa yang berkiblat pada ikhwanul muslimin yang di bawa oleg hasan al bana dari mesir, tentu saya menjadi sangat yakin dengan tujuan besar ikhwanul muslimin dalam maratibul amal yakni kejayaan islam menjadi ustadzul 'alamiyah (guru peradaban dunia), bukan terhenti di tahapan khilafah islamiyah saja seperti di Hizbut Tahrir. Perdebatan antar harokah islamiyah pun sering saya lakukan untuk memenangkan ideologi yang saya pegang, dengan keahlian debat yang saya punya, mudah untuk mengalahkan mereka yang suka mengajak debat, minimal membuatnya kesal dan emosi sendiri, ini permainan yang menyenangkan bagi saya. Sudah ngelotok mengkaji study perbandingan harokah dan agama, karena semenjak SMP saya sudah bergabung di gerakan keislaman, SMA sudah sering meladeni perdebatan antar gerakan keislaman, jadi pas kuliah tinggal melanjutkan saja.

Namun semuanya berubah dan berganti, karena kesenangan saya belajar ke guru mana pun dan buku apapun, saya hancurkan semua ideologi yang ada, saya letakkan pemikiran saya tentang islam, saya bantah, saya dusta kan, pokoknya saya hancur leburkan semuanya hingga tak bersisa. Dampaknya membuat saya hang dan bengong berhari hari, bisa di bayangkan keyakinan dan ideologi yang saya pegang kini sudah tidak ada lagi. Tidak ada pegangan, tidak ada sandaran, tidak ada apapun. Ini untuk menata ulang kembali, bangunan yang tadinya utuh di hancurkan sebab bangunan itu bikinan orang lain, buku buku, guru guru. Berganti dengan yang hadir dari diri saya sendiri. Kemurnian yang datang dari diri sendiri tanpa ideologi apapun.

Saya tutup tulisan ini dengan sebuah ungkapan yang indah,


No opinion, no thought, no philosophy, no ideology, no judgement, no distinction. Dont choose, be choiceless. (sadhana)

Serang, 14042017

Roby Martin

Komentar

Tulisan Populer

Apa Beda Suka, Senang, dan Cinta?

Apa beda suka, senang, dan cinta? Selama anda masih belum bisa membedakan ketiga hal itu, maka anda akan salah dalam memaknai cinta. Saya ilustrasikan dalam cerita, Anda membeli hp Android karena melihat banyak teman-teman yang memilikinya dan terlihat keren, saat itu anda berada di wilayah SUKA. Dan suka merupakan wilayah NAFSU. Ketika anda mengetahui fitur, fasilitas dan manfaat Android yang lebih hebat dibandingkan HP jenis lain, maka saat itu anda berada diwilayah SENANG. Dan senang itu tidak menentu, dapat berubah-ubah tergantung kepada MOOD. Saat BOSAN, bersiaplah untuk mengganti HP jenis baru yang lebih canggih. Jadi jelaslah bahwa, Selama ini CINTA yang kita yakini sebagai cinta baru berada dalam wilayah SUKA dan SENANG. BOHONG! Jika anda berkata, gue JATUH CINTA pada pandangan pertama. Sesungguhnya saat itu anda sedang berkata, gue NAFSU dalam pandangan pertama. Mengapa demikian? Karena cinta yang anda maknai baru sebatas SUKA. Suka dengan wajahnya yang cantik, se...

Benturan antara Idealisme dan Realitas

Sendy, sosok aktivis pergerakan mahasiswa yang idealis dan bertanggung jawab dalam memegang amanah di organisasinya. Dalam aksi, dia sering menjadi koordinator lapangan, mempimpin aksi. Mulai dari kebijakan kampus hingga kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang tidak memihak kepada rakyat maka Sendy pasti membelanya dengan mengadakan aksi jalanan. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya saat orasi, seolah menghipnotis yang mendengarnya, karena di bawakan dengan semangat dan mampu menggerakan massa dengan baik. Selang 6 tahun, saat ia meninggalkan kehidupan kampus dan menjadi pengusaha. Sendy menjadi opportunis dan pragmatis. Mengapa? Karena uang lah yang menjadi segalanya, dan kepentingan lah yang menjadi prioritasnya. Bukan karena lupa nya idealisme yang ia pegang selama ia jadi mahasiswa, namun semuanya berubah ketika uang berbicara. Apalagi saat ini Sendy telah berkeluarga dengan Fenny, aktivis pergerakan mahasiswi yang satu organisasi dengannya. Sendy dan Fenny memiliki 3 ora...