Menginjak enam tahun, tepat di tanggal ini saya seperti terseret masuk ke lorong waktu untuk mengalami kembali merasakan romantisme masa lalu yang erat dan dekat dengan euporia awal menikah.
Rasanya anjim banget, tidak seindah iklan yang ada di siroh nabawiyah yang katanya pernikahan isinya suguhan kenikmatan dan keberkahan dan tidak seburuk yang dibayangkan juga sih.
Menggambarkan kami adalah keluarga bahagia, ada benarnya sebab anak bungsu kami bernama Bahagia. Namun yang kurang benarnya, kami memahami kebahagiaan itu urusan personal, bukan berasal dari keluarga.
Artinya pribadi yang bahagia dengan sendirinya dapat membahagiakan anggota keluarga lainnya. Sumbernya berasal dari dalam diri, kemudian keluar menginspirasi yang lainnya.
Terima kasih untuk selalu ada untuk istri, yang berkat kesabarannya yang hampir habis mampu menerima kebaikan juga keburukan saya secara bersamaan. Saya tahu ini bukan hal yang mudah, tapi ini soal seni membangun dan merawat cinta maka kesulitan apapun dilalui sebagai pelajaran yang saling mendewasakan.
Berhubungan saya dan istri begitu sederhana merayakan hari pernikahan yang ke enam tahun, atau dengan kata lain kami belum punya biaya merayakan dengan hadiah mewah, sobat missqueen. Maka tulisan ini mewakili hadiah perayaan yang kami coba sakralkan tiap bertemu tanggal sebelas Januari.
Sebuah cara saya untuk berdamai dengan kemiskinan adalah dengan menyenangkan diri sendiri dan memberikan nasihat bijak kesabaran kepada anak dan istri, bahwa resolusi 2021 di masa pandemi ini yang terpenting adalah seni bertahan hidup, bukan berharap dan mencari yang belum didapatkan.
Sudah bisa bertahan hidup saja, ya alhamdulillah. Syukur-syukur hidupnya tidak merugikan orang lain.
Komentar
Posting Komentar