Pelabelan seseorang terhadap benda gunanya untuk mengetahui nama dan identitasnya. Mirip-mirip dengan hal tersebut, pelabelan terhadap seseorang pun kita gunakan untuk memberikan nama khusus dan identitas diri yang melekatinya.
Dikatakan orang tersebut sering bermain panahan, karena kita melihat di media sosial atau melihat langsung kemampuannya bermain panahan, maka untuk mempermudah ingatan, kita sebutkan oh.. Roby yang suka maen panahan itu. Sampai merekomendasikan siapa saja yang ingin berlatih panahan, tinggal hubungi Roby.
Kira-kira begitu biasanya awal mula tercipta pelabelan terhadap seseorang. Kesan apa yang muncul dibenaknya untuk mengingat berdasarkan aktivitas rutin yang ditampilkan atau punya ciri khas tertentu. Jadi orang lain memperhatikan ciri khas apa yang tampak di tubuh fisik, hobi, pekerjaan dan seterusnya.
Ada labelling yang baik dan ada juga yang buruk. Hal ini berkaitan dengan standard moral yang ada, pemberian label yang baik akan tersematkan dengan sendirinya ketika moral yang sering ditampakkan di media sosial. Pelabelan yang disimpulkan dengan seenaknya melalui penilaian subyektif.
Respon pelabelan diri kita, ada yang diterima begitu saja karena tidak berpengaruh apa-apa. Ada juga yang menolaknya dengan keras karena dampaknya dapat merusak nama baiknya. Untuk memperbaiki citra diri, maka klarifikasi dan membuktikan bahwa dirinya tidak seburuk mengenai apa yang dituduhkan padanya.
Bagi saya sebaik dan seburuk apapun keaslian diri anda, tidak perlu pengakuan orang lain. Sebagai orang yang bebas dan merdeka dengan segala tindakan, kita dapat mempertanggungjawabkan segala hal yang pernah dikatakan, dituliskan dan yang dilakukan.
Karena bagi yang mencintai tidak akan membutuhkan penjelasan apapun dan yang membenci akan tetap membenci walau sudah menjelaskan maksud baik perbuatan.
Komentar
Posting Komentar