Bagi yang meyakini sesajen itu dinilai syirik atau tindakan menyekutukan Allah, sebab dalam syariat tidak ada yang menganjurkan sesajen dalam praktek ritual ibadahnya.
Nah ada lagi yang masih memegang erat kultur budaya setempat yang menjadikan sesajen sebagai ritual tolak bala walau agamanya melarang hal tersebut. Lantas bagaimana sikap kita?
Terpenting harus bisa memisahkan dulu antara sesajen dan cara kita dalam mengingatkan mereka yang masih memakai sesajen. Tidak perlu melakukan atraksi jihad dengan merusak sesajen. Dakwah dengan cara ramah bukan marah-marah.
Adapun agama lain yang melakukan ritual sesajen sebagai ritual agamanya, kita tidak boleh mengganggunya dan menghormati cara bersembahyang agama lain yang bermacam-macam.
Mereka yang pro tindakan anti sesajen ini menolak tindakan intoleran sekaligus menyetujui sesajen itu haram. Mereka yang kontra fokusnya kepada tindakan intoleran dan arogan dalam merusak sesajen.
Bagaimana kalau kita mengambil titik temu yang sama yaitu menolak tindakan arogansi merusak ritual keyakinan orang lain.
Lain lagi yang memprovokasi dan menunggangi peristiwa ini dengan kepentingan tertentu, yang kita lihat rentetannya diikuti dengan isu agama dan keamanan negara yang lainnya.
Jadi kita dapat merangkum isu ini sebagai fenomena yang ingin memprovokasi bangsa Indonesia bahwa konflik soal keyakinan atau agama adalah isu paling mudah mengundang perhatian sepanjang zaman, yang bisa digoreng ke arah sosial, ekonomi, politik, budaya, dan seterusnya.
Komentar
Posting Komentar