Hari itu, aku duduk berdua dengan ayah di teras rumah. Kami membicarakan tetangga yang baru saja menjual sawah demi berangkat haji. Tak ada yang salah dengan niat ibadah. Tapi ayah menggumam pelan, “Kalau buat haji harus ngutang, anak putus sekolah, apa iya itu yang Tuhan mau?”
Pikiranku tak tenang sejak itu.
Dalam tradisi kita, naik haji adalah puncak ibadah, semacam “gelar kehormatan” rohani. Namun, di dunia hari ini yang makin kompleks, aku mulai mempertanyakan: apakah pergi ke Mekkah lebih penting daripada menyekolahkan anak sampai kuliah? Lebih utama dari melunasi utang yang membebani orang lain? Apa Tuhan lebih mendengar doa dari Ka'bah dibanding dari dapur seorang ibu yang berjuang memberi makan anaknya?
Secara filosofis, haji memang simbol penyatuan, pengorbanan, dan ketundukan pada Tuhan. Tapi simbol tak lebih penting dari makna. Jika makna itu bisa diwujudkan lewat tindakan konkret — menolong sesama, menyelesaikan tanggung jawab, mencintai keluarga — bukankah itu lebih spiritual daripada sekadar ritual?
Aku percaya Tuhan bukan birokrat ibadah. Dia tak mencatat siapa yang sudah ke Tanah Suci tapi lupa bayar utang. Tuhan lebih peduli pada bagaimana kita memperlakukan orang-orang terdekat, pada tangisan yang kita usap, pada anak-anak yang kita sekolahkan.
Mungkin suatu hari nanti aku akan Naik Haji ke Mekkah. Tapi bukan sekarang. Sekarang, ibadahku ada di meja makan anakku, di cicilan yang lunas, dan aku yakin, Tuhan pun hadir di situ
Aku teringat kata-kata KH. Husein Muhammad, seorang ulama yang sangat membumi, "Haji itu untuk yang mampu, dan kemampuan bukan hanya soal uang, tapi juga soal tanggung jawab. Jangan sampai kita menzalimi orang lain demi memenuhi kewajiban kepada Tuhan."
Kalau kita memaksa berhaji dengan mengorbankan hal-hal yang lebih mendesak dan nyata, jangan-jangan kita sedang kehilangan esensi ibadah itu sendiri: yaitu menjadi manusia yang adil, peduli, dan bertanggung jawab. Dan aku percaya, Tuhan tak butuh kita hadir di Tanah Suci, jika di rumah kita sendiri pun, kita sudah menciptakan kesucian dengan kebaikan.
Komentar
Posting Komentar