Ada ingatan-ingatan yang datang seperti bayangan hujan di sore hari. Bukan untuk menenangkan, tapi meninggalkan basah yang dingin di dalam dada. Ingatan masa lalu yang getir: pengkhianatan, kehilangan, atau sekadar keputusan bodoh yang pernah kita buat. Ia menempel di kepala seperti noda yang tak bisa dicuci.
Dulu, aku sering bertanya, mengapa harus terus mengingat? Mengapa yang buruk selalu lebih melekat dibanding yang indah? Tapi mungkin begitulah cara hidup mendidik kita. Ingatan yang menyakitkan itu, ternyata, adalah semacam peringatan. Ia menyimpan pesan: “Hati-hati. Jangan ulangi lagi.”
Seperti api kecil yang pernah membakar jari, ia membuat kita lebih pelan ketika mendekati bara. Seperti luka yang pernah menganga, ia membuat kita lebih pandai membalut perasaan sebelum berdarah lagi. Ingatan itu, meski pahit, justru menyelamatkan kita di masa depan.
Aku mulai belajar menerima, bahwa masa lalu yang buruk tidak sekadar kutukan. Ia bisa berubah menjadi cahaya redup yang menuntun langkah. Memang tak selalu indah, tapi bukankah kedewasaan sering lahir dari rasa sakit?
Kini, ketika ingatan itu datang lagi, aku tidak lagi melawannya. Aku biarkan ia duduk sebentar, mengajarkanku untuk lebih hati-hati, lebih bijak, lebih mengenali diriku sendiri. Karena pada akhirnya, ingatan buruk bukan untuk menghantui. Ia ada agar kita bisa tumbuh.
Komentar
Posting Komentar