Langsung ke konten utama

Postingan

Aliran Islam Mana yang Paling Benar?

"Ustaz, aliran Islam mana yang paling benar?" tanya seorang pemuda berkopiah putih di tengah majelis. Suasana pengajian mendadak hening, hanya suara kipas angin tua yang terdengar. Ustaz itu tersenyum tipis, menarik napas panjang sebelum menjawab, "Tentu aliran yang saya ajarkan ini. Karena inilah jalan yang lurus, satu-satunya yang akan menyelamatkan kalian di akhirat nanti." Aku, yang duduk di barisan belakang, mengerutkan kening. Jawaban itu terasa mutlak, seperti menutup ruang bagi pemikiran lain. Aku teringat ceramah Quraish Shihab yang kutonton di televisi seminggu lalu. Ketika mendapat pertanyaan serupa, beliau menjawab dengan tenang, "Semua boleh jadi benar, karena manusia hanya berusaha memahami Tuhan lewat keterbatasan mereka." Setelah pengajian selesai, aku mendekati pemuda tadi. "Apa menurutmu jawaban ustaz tadi masuk akal?" tanyaku. Dia menatapku dengan mata berbinar, penuh keyakinan. "Tentu saja, Mas. Kalau nggak percaya sama u...

Bayangan di Cermin

"Dia cuma beruntung!" seru Reza, mematikan video YouTube yang menampilkan Fikri, teman lamanya, sedang diwawancarai sebagai pengusaha sukses. "Kalau dulu gue dapet peluang kayak dia, gue juga bisa kayak gitu!" Reza bersandar di kursinya, menatap layar laptop yang kosong. Di kepalanya, bayangan masa lalu berputar. Fikri dulu hanya anak biasa di kampus, tidak menonjol, sering pinjam catatan, bahkan sering diejek. Dan sekarang? Dia jadi bintang, dengan mobil mewah dan bisnis yang disebut-sebut inspiratif. Reza membuka media sosial Fikri. Ia memindai foto-foto sukses itu dengan pandangan sinis. "Ah, siapa juga yang nggak bisa kalau modalnya gede!" gumamnya. Dalam pikirannya, ia yakin bahwa Fikri tidak sehebat itu—hanya kebetulan berada di tempat dan waktu yang tepat. Namun, semakin ia mencari celah untuk menjelekkan Fikri, semakin ia merasa kecil. Setiap foto dan video yang dilihatnya menjadi pengingat akan keputusan-keputusan yang ia lewatkan. Malam itu, Reza...

Sadar Realitas

Realitas adalah apa yang kita alami saat ini; detik yang nyata dan terasa di depan mata. Namun, manusia sering kali absen dari momen tersebut. Pikiran kita melayang ke masa lalu yang penuh penyesalan atau ke masa depan yang penuh kekhawatiran. Akibatnya, kita tidak benar-benar hadir dalam hidup yang sedang terjadi. Ketika makan, sering kali kita terjebak memikirkan tugas yang belum selesai. Saat bersama teman, pikiran malah sibuk mengurai masalah yang belum tentu penting. Akhirnya, momen-momen berharga berlalu tanpa kita nikmati. Kita sering terjebak dalam kebiasaan overthinking, menciptakan kesulitan yang sebenarnya tidak ada. Narasi kehidupan yang kita bangun sering kali terlalu rumit. Kita lupa bahwa hidup, pada dasarnya, adalah serangkaian momen sederhana. Ketenangan tidak berasal dari menyelesaikan semua masalah, tetapi dari kemampuan untuk benar-benar hadir di saat ini. Dengan melambat dan fokus pada momen sekarang, kita dapat melihat keindahan yang ada di sekitar: rasa makanan, ...