Langsung ke konten utama

Postingan

Manusia Tidak Sedang Diuji Tuhan

Jika kita lahir miskin, sulit makan, gagal menikah, atau berkali-kali ditolak kerja, apa artinya? Mayoritas orang akan bilang, “Kamu sedang diuji oleh Tuhan.” Bahkan ketika seorang anak kecil lahir cacat atau meninggal mendadak, tetap saja narasinya sama: “Tuhan sedang menguji keluarga ini.” Tapi benarkah Tuhan itu seperti guru SD yang gemar menguji murid-muridnya dengan soal-soal hidup paling menyakitkan? Yuval Noah Harari dalam Sapiens menjelaskan bahwa manusia bertahan hidup bukan karena ia tahu arti hidup, melainkan karena ia pandai bercerita. Agama adalah salah satu cerita terhebat dalam sejarah umat manusia. Dan dalam cerita itu, Tuhan sering ditempatkan sebagai penentu segalanya, termasuk ujian yang tak masuk akal. Tapi Harari juga menegaskan, kisah besar seperti agama bisa jadi hanya alat manusia untuk bertahan dari kekacauan eksistensi. Albert Camus, filsuf eksistensialis Prancis, pernah menulis dalam The Myth of Sisyphus: hidup ini absurd, dan upaya manusia mencari makna dala...

Tentang Kehilangan dan Sepi yang Tak Bisa Dijelaskan

Kehilangan itu tidak pernah datang dengan cara yang bisa kita siapkan. Ia masuk pelan-pelan seperti asap rokok di ruang tamu, lalu tiba-tiba memenuhi dada. Kadang datang dari kabar kematian orang tua, kadang dari pelukan terakhir seorang kekasih yang bilang, “Maaf, aku harus pergi.” Atau lewat telepon dari rumah sakit yang hanya mengucap satu kalimat pendek, “Ia sudah tiada.” Sisanya adalah hening yang tak bisa kau lawan dengan doa atau air mata. Dulu, saya kira yang paling menyakitkan adalah kematian. Ternyata yang lebih menyakitkan adalah hari-hari setelahnya—saat tidak ada yang membangunkan kita dengan suara yang familiar, atau ketika meja makan terasa terlalu besar untuk satu orang saja. Najwa Zebian pernah menulis, “Some people arrive and make such a beautiful impact on your life, you can barely remember what life was like without them.” Dan kehilangan membuat kita terjebak di situ: merindukan sesuatu yang tak lagi bisa dipegang. Haemin Sunim lebih lembut berkata, “Hati kita patah...

Sembuhnya Mata Ptosis Kakak Nubhu

Sore itu, ruang tunggu UPK Mata RSCM Kirana tampak seperti biasa, ramai, sesak, tapi penuh harapan. Seorang anak laki-laki duduk di bangku plastik biru, mengenakan jaket tipis dan celana training biru dongker. Namanya Nusantara Bhumi Aguna, biasa dipanggil Nubhu. Usianya tujuh tahun. Dan hari itu, ia akan menjalani operasi keduanya. Mamah Agis duduk di samping, menggenggam tangan kecil Nubhu. Tak ada kata-kata. Hanya napas yang mereka atur agar tidak terlalu terdengar gugup. Ini bukan pertama kalinya mereka ke rumah sakit. Tapi tetap saja, menunggu giliran masuk ruang operasi seperti menunggu nasib ditentukan. Nubhu punya mata yang istimewa sejak lahir. Kelopak mata kirinya lebih kecil dari kanan, istilah medis turunnya kelopak mata yakni Ptosis. Kelihatan seperti mengantuk terus. Kadang ia merasa perih, silau kalau kena cahaya, atau matanya berkedip terlalu sering saat terkena angin. Orang-orang bilang, ini biasa. Tapi lama-lama, kata-kata orang berubah jadi ejekan. Teman-temannya di ...