Langsung ke konten utama

Postingan

Nggak Apa-apa Jelek yang Penting Tobrut!?

"Tiket habis, Bro. Ternyata yang nonton konser hari ini bukan cuma aku sama kamu,” kataku sambil merogoh kantong celana. Di antrean panjang yang melingkar di sekitar stadion, aku dan Arap terjebak dalam suasana yang serba riuh. Kami terpaksa mengalihkan rencana, mencoba mencari hiburan lain di tengah kekecewaan. Arap merogoh saku dan mengeluarkan sebatang rokok. "Yah, mau gimana lagi. Kita nongkrong aja di tempat biasa. Siapa tahu ada cewek cakep lewat,” katanya setengah bercanda, sambil menyulut rokoknya. Kembali ke dua jam sebelumnya, suasana di kampus baru saja usai saat aku dan Arap memutuskan untuk berburu tiket konser mendadak. Sialnya, tiket itu habis sebelum kami sempat mengantre. “Ya sudah, ke warung Bu Wowiek aja. Di sana pasti ada cerita baru,” usul Arap, mencoba menghidupkan kembali semangat yang sempat luntur. Di warung Bu Wowiek, suasana lebih lengang. Hanya beberapa pelanggan tetap yang duduk sambil menikmati kopi. Kami segera memilih tempat duduk di pojokan, m...

Cek Khodam

“Ada getaran listrik kecil di jari-jari saya,” ujarku dengan mata terpejam, mencoba terdengar mistis sambil memegang cincin batu akik milik Pak Kumis. Suara bisik-bisik di warung kopi langsung berhenti, dan semua mata tertuju pada kami. “Benar, benar! Khodamnya sakti!” seru Pak Kumis dengan wajah cerah, seakan-akan aku baru saja memverifikasi kebenaran universal. Di sudut warung, Bu Sumiyati tampak gelisah, menunggu gilirannya. Kembali ke pagi itu, Pak Kumis datang ke rumah dengan langkah terburu-buru. "Coba kamu cek, ada khodam nggak di batu akik ini?" tanyanya, menyerahkan cincin berukuran jumbo seperti bola bekel. Matanya bersinar penuh harapan, seolah-olah aku seorang dukun terkenal. Aku sebenarnya tidak tahu apa-apa tentang khodam. Tetapi melihat antusiasme Pak Kumis, aku memutuskan untuk sedikit berimprovisasi. “Setahu saya, khodam itu tidak bisa dilihat begitu saja, Pak. Tapi saya coba rasakan,” jawabku, menerima cincinnya dengan penuh kesungguhan yang nyaris membuatku...

Tanpa Doktrin dan Ikut Siapapun

Osho punya cara unik dalam menyampaikan pemikirannya. Dia bilang, “Saya tidak memiliki ajaran apa pun, doktrin apa pun, disiplin apa pun untuk diberikan kepada Anda.” Maksudnya apa, sih? Osho gak mau jadi guru yang ngajarin kita harus begini atau begitu. Sebaliknya, dia pengen kita bangun dan sadar—bukan dengan ikutin ajarannya, tapi dengan nemuin diri kita sendiri. Bagi Osho, ini bukan tentang mengajarkan sesuatu; ini kayak nyiram air dingin ke mata kita biar kita bangun dan lihat dunia dengan jelas.  Nah, kalau kita terbangun, apa yang terjadi? Osho bilang kita gak akan jadi duplikat dirinya, bukan kayak fotokopian yang serupa. Kita bakal jadi diri kita yang asli, bukan sekadar ngikutin cap Kristen, Hindu, atau Islam. Menurut Osho, setiap orang itu kayak bunga yang unik—punya bentuk, warna, dan aroma sendiri. Intinya, gak ada dua orang yang sama, dan setiap orang harus menemukan keunikannya sendiri tanpa terikat oleh label atau doktrin tertentu. Kenapa Osho ngomong gini? Dia perc...