Boleh dibilang pindah agama adalah isu yang paling mudah ramai dibicarakan oleh banyak orang. Alasan utamanya adalah kesakralan agama dalam mengantarkan seseorang kepada keselamatan dunia dan akhirat.
Semasa kuliah saya ditunjuk sebagai ketua pemberantasan kristenisasi di kampus, menurut kajian eksternal organisasi lembaga dakwah kampus di wilayah kota Cilegon ini sudah masuk agenda kristenisasi yang mengincar para mahasiswa melalui organisasi Kristen yang ada di kampus.
Ketakutan kehilangan anggota lembaga agama ini mengharuskan para kader lembaga dakwah kampus untuk melakukan tindakan penyelamatan akidah para mahasiswa dengan mengawasi para kader organisasi Kristen yang disinyalir melakukan doktrinisasi ajaran Kristen di kalangan mahasiswa yang beragama Islam.
Menggunakan pendekatan persuasif mulai dari pertemanan, tinggal satu kosan, pacaran, belajar kelompok, dan seterusnya. Mirip dakwah fardiyah yang digunakan kader dakwah dalam merekrut mereka yang "hanif" agar masuk dalam jamaah yang ikut program halaqoh dan diproyeksikan memegang jabatan struktural organisasi-organisasi di kampus.
Analisa ini basisnya adalah kecurigaan dan ketakutan, bukan fakta yang sebenarnya. Saya katakan demikian karena sadar bahwa proses "transfer bursa pemain" ke agama lain adalah ranah pribadi yang berdasarkan pilihan dan keputusan hidupnya. Bukan atas dasar unsur pemaksaan dan terjadi tiba-tiba.
Untuk itu kecurigaan dan ketakutan kehilangan anggota lembaga agama karena kristenisasi di kampus atau yang serupa dengan hal ini tidak perlu ada. Yang paling penting dibangun adalan sinergi atau kolaborasi antara agama yang satu dengan yang lainnya dalam semangat toleransi.
Pluralitas dalam konteks toleransi penting dibangun untuk meredam kecurigaan dan ketakutan. Menghidupkan kembali pluralitas ini dimaksudkan untuk menyadari kemajemukan dalam beragama, bahwa Indonesia bukan milik orang Islam saja, agama atau keyakinan lain pun punya peran dan andil dalam menciptakan kerukunan dan kedamaian di Indonesia.
Akar pluralitas (bukan pluralisme) sejalan dengan Pancasila yang ada di sila ke tiga, persatuan Indonesia. Politik indentitas di Indonesia hari ini cukup tinggi, bagaimana tindakan diskriminatif kepada yang minoritas dan menjadikan agama sebagai kendaraan politik para penguasa. Setidaknya kita dapat memberikan kedamaian di lingkungan sekitar dengan penerimaan atas perbedaan agama atau keyakinan apapun.
Komentar
Posting Komentar