Langsung ke konten utama

Postingan

Kok, Kamu Berubah, Enggak Seperti Dulu?

Perubahan perilaku dan karakter seseorang sering kali menjadi misteri bagi orang-orang di sekitarnya. Seseorang yang dulu dikenal ramah bisa tiba-tiba menjadi pendiam, atau seseorang yang dulunya penuh amarah bisa bertransformasi menjadi jauh lebih sabar. Dalam psikologi, perubahan ini dipahami sebagai hasil interaksi antara pengalaman hidup, lingkungan sosial, dan kondisi internal individu. Ambil contoh sederhana: ada seorang teman yang dulu selalu ceria dan suka bercanda. Setelah ia mengalami kegagalan bisnis besar, ia jadi lebih pendiam dan penuh perhitungan. Bukan karena ia berubah menjadi orang “asing”, tapi karena pengalaman pahit itu membuatnya belajar untuk lebih hati-hati. Begitu juga dengan seseorang yang pernah mengalami toxic relationship—ia mungkin terlihat dingin, padahal sebenarnya sedang melindungi dirinya dari luka serupa. Psikolog Carl Rogers pernah menyebut bahwa manusia adalah makhluk yang terus berkembang menuju aktualisasi diri. Itu berarti perubahan adalah bagian...

Logika, Fakta, dan Realita tentang Tuhan

Perdebatan tentang Tuhan selalu bergerak di antara logika, fakta, dan realita. Sejak zaman filsuf Yunani, pertanyaan ini tak pernah benar-benar selesai. Apakah Tuhan ada sebagai entitas nyata, atau hanya gagasan manusia untuk menjelaskan ketidakpastian hidup? Secara logis, banyak filsuf berusaha membuktikan keberadaan Tuhan. Anselmus misalnya, lewat ontological argument, menyatakan bahwa jika kita bisa membayangkan sosok yang paling sempurna, maka ia harus ada, sebab sesuatu yang sempurna tidak mungkin hanya ada dalam pikiran. Sebaliknya, David Hume menolak argumen itu. Baginya, alam semesta bisa dijelaskan tanpa harus menunjuk Tuhan sebagai sebab pertama. Bertrand Russell bahkan lebih tajam: “Saya tidak percaya pada Tuhan dan keabadian; saya menganggap tidak ada cukup bukti untuk mendukungnya.” Namun, fakta sosial menunjukkan sesuatu yang lain. Umat manusia terus menyembah, berdoa, dan beribadah. Di masjid, gereja, pura, atau vihara, jutaan orang setiap hari melaksanakan ritual untuk ...

Wisata Masa Lalu

Ada semacam wisata yang tidak pernah benar-benar dibuka untuk umum, tapi setiap orang memilikinya: wisata masa lalu. Tempat di mana kita bisa masuk tanpa tiket, tanpa antrean, cukup dengan rindu yang tiba-tiba mengetuk. Aku sering berkunjung ke sana, diam-diam, di sela kesibukan atau saat malam sudah terlalu sunyi. Ada aroma buku tua, tawa yang dulu terdengar renyah, wajah-wajah yang mungkin sudah asing hari ini, tapi masih hangat di ingatan. Rindu itu seperti pemandu wisata yang dengan sabarnya membawa kita menyusuri jalan setapak kenangan, memperlihatkan sudut-sudut yang pernah kita lalui dengan begitu sederhana, tapi sekarang terasa begitu berharga. Di sana, aku bisa kembali ke masa sekolah yang penuh keriangan, ke obrolan kampus yang penuh mimpi, atau ke rumah tua yang sekarang mungkin sudah lapuk. Setiap ruangnya menyimpan gema yang tak lagi bisa disentuh, tapi bisa dirasakan. Namun, wisata ke masa lalu juga menyimpan paradoks. Semakin sering aku masuk ke sana, semakin aku sadar: ...