Langsung ke konten utama

Makna Kehilangan

Ketika mbak SPBU bilang, “Seratus ribu, ya, Pak,” dunia langsung berhenti sepersekian detik. Aku merogoh kantong celana—dan justru menemukan kehampaan. Karena uang itu tidak ada, seluruh rencana soreku langsung berantakan. Mau isi bensin, jemput anak les bahasa Inggris, lalu pulang tenang—semuanya runtuh hanya gara-gara selembar kertas biru yang hilang entah ke mana.

Aku cek kantong belakang. Nihil. Karena panik, aku membongkar jaket sambil berdiri kikuk, membuat orang belakang mulai gelisah. Karena tidak mungkin mundur dari antrean, aku akhirnya bayar dengan koin receh cadangan. Malu? Tentu. Tapi terpaksa.

Dalam perjalanan, rasa penasaran menggerogoti. Karena otak tidak bisa menerima kenyataan kehilangan itu, aku menepi dan menyusuri jalan yang tadi kulewati. Angin sore menerpa wajah, dan setiap daun yang bergerak seperti mengejek: “Uangmu jatuh ke mana, hah?” Hasilnya nol besar.

Sampai rumah, aku langsung mengobrak-abrik semua sudut. Karena pikiranku bersikeras uang itu pasti ‘terselip’, aku bahkan memeriksa kulkas dan tempat cucian—dua lokasi absurd yang kupaksa masuk akal karena sudah desperat. Tetap tidak ketemu.

Di tengah rasa jengkel, aku teringat kutipan Mark Twain: “The lack of money is the root of all evil.” Dan justru karena kehilangan itulah, aku menghela napas panjang lalu tertawa kecil—ya, benar juga, segini saja sudah bikin hidup bergejolak.

Malam harinya aku menulis di jurnal:
“Hari ini kehilangan seratus ribu, tapi menemukan bahwa kesabaran ternyata lebih mahal. Karena uang bisa dicari, namun kemampuan menertawakan nasib sendiri tidak dijual di minimarket.”

Akhirnya aku belajar: kadang Tuhan sengaja menjatuhkan seratus ribu dari kantong kita, supaya hati kita tidak ikut jatuh waktu kehilangan hal yang lebih besar nanti.

Komentar

Tulisan Populer

Apa Beda Suka, Senang, dan Cinta?

Apa beda suka, senang, dan cinta? Selama anda masih belum bisa membedakan ketiga hal itu, maka anda akan salah dalam memaknai cinta. Saya ilustrasikan dalam cerita, Anda membeli hp Android karena melihat banyak teman-teman yang memilikinya dan terlihat keren, saat itu anda berada di wilayah SUKA. Dan suka merupakan wilayah NAFSU. Ketika anda mengetahui fitur, fasilitas dan manfaat Android yang lebih hebat dibandingkan HP jenis lain, maka saat itu anda berada diwilayah SENANG. Dan senang itu tidak menentu, dapat berubah-ubah tergantung kepada MOOD. Saat BOSAN, bersiaplah untuk mengganti HP jenis baru yang lebih canggih. Jadi jelaslah bahwa, Selama ini CINTA yang kita yakini sebagai cinta baru berada dalam wilayah SUKA dan SENANG. BOHONG! Jika anda berkata, gue JATUH CINTA pada pandangan pertama. Sesungguhnya saat itu anda sedang berkata, gue NAFSU dalam pandangan pertama. Mengapa demikian? Karena cinta yang anda maknai baru sebatas SUKA. Suka dengan wajahnya yang cantik, se...

Benturan antara Idealisme dan Realitas

Sendy, sosok aktivis pergerakan mahasiswa yang idealis dan bertanggung jawab dalam memegang amanah di organisasinya. Dalam aksi, dia sering menjadi koordinator lapangan, mempimpin aksi. Mulai dari kebijakan kampus hingga kebijakan pemerintah daerah dan pusat yang tidak memihak kepada rakyat maka Sendy pasti membelanya dengan mengadakan aksi jalanan. Kata-kata yang terlontar dari mulutnya saat orasi, seolah menghipnotis yang mendengarnya, karena di bawakan dengan semangat dan mampu menggerakan massa dengan baik. Selang 6 tahun, saat ia meninggalkan kehidupan kampus dan menjadi pengusaha. Sendy menjadi opportunis dan pragmatis. Mengapa? Karena uang lah yang menjadi segalanya, dan kepentingan lah yang menjadi prioritasnya. Bukan karena lupa nya idealisme yang ia pegang selama ia jadi mahasiswa, namun semuanya berubah ketika uang berbicara. Apalagi saat ini Sendy telah berkeluarga dengan Fenny, aktivis pergerakan mahasiswi yang satu organisasi dengannya. Sendy dan Fenny memiliki 3 ora...