Langsung ke konten utama

Postingan

Dika Bukan Lelaki Baik, Katanya

“Aku cuma khawatir, Nis. Mas Dika itu udah nggak pernah ikut pengajian, postingannya soal agama juga makin aneh. Dia ngajarin anak-anakmu pluralisme, feminisme, bahkan nulis status soal ‘Tuhan tak butuh dibela’. Apa kamu yakin rumah tangga kamu aman?” Kalimat itu meletup dari mulut Sinta, mantan ketua halaqoh kampus, saat mampir ke rumah Nisa, hari Sabtu siang yang awalnya tenang. Dari ruang kerja, Dika mendengarnya tanpa sengaja. Laptopnya terbuka, anak bungsunya tidur di pangkuan, dan kertas tagihan sekolah baru saja selesai ia lunasi. Sudah bukan pertama kali. Komentar seperti itu sudah akrab mampir lewat WA, DM, dan mulut-mulut teman lama yang katanya "sayang" padanya. Tapi kali ini agak keterlaluan. Sinta langsung menuding rumah tangga Nisa retak cuma karena ideologi suaminya tak lagi satu arah dengan komunitas lamanya. “Aku tahu kamu dulunya ketua BEM syar’i. Tapi sekarang, aku lihat suamimu... terlalu liar.” Nisa mengangkat alis. “Liar? Maksudmu, karena dia nggak lagi ...

Melepas Kelekatan Terhadap Hasil

Tawakal itu bukan soal pasrah tanpa usaha. Tapi lebih ke seni melepas, setelah kita berjuang sekuat tenaga. Dalam hidup, kita sering banget terlalu lekat sama hasil. Kita kerja keras, berharap hasil A. Kita bantu orang, berharap dibalas. Kita berdoa, berharap terkabul. Tapi ketika hasilnya nggak sesuai, hati rasanya remuk. Padahal inti dari tawakal adalah: kita lakukan bagian kita, dan sisanya bukan urusan kita lagi. Terlalu lekat pada hasil itu bikin hidup jadi penuh tekanan. Setiap langkah jadi berat karena kita merasa harus “sukses” dengan cara tertentu. Padahal, kadang semesta punya jalur lain yang lebih baik, tapi kita terlalu sibuk menuntut hasil versi kita sendiri. Tawakal mengajarkan kita untuk fokus pada proses, bukan semata hasil. Kata Kahlil Gibran, “Kerja adalah cinta yang menjadi nyata.” Tapi cinta sejati nggak memaksa untuk dibalas. Begitu juga kerja keras dan harapan. Kita lakukan karena cinta, bukan karena jaminan hasil. Tawakal bukan berarti nggak peduli, tapi justru p...

Doa Antara Keyakinan, Harapan, dan Realitas

Pernah nggak sih kamu ngerasa udah doa tiap malam, minta ini itu, tapi hasilnya nihil? Nggak ada perubahan signifikan, nggak ada jawaban “ajaib” yang datang tiba-tiba? Nah, dari situ muncul pertanyaan: seefektif apa sih doa terhadap terwujudnya keinginan? Secara psikologis, doa bisa dibilang bukan sekadar “permintaan” ke langit, tapi lebih ke bentuk refleksi diri. Doa membantu seseorang merasa lebih tenang, lebih terkoneksi dengan harapan, dan lebih siap menghadapi kenyataan. William James, filsuf sekaligus psikolog, pernah bilang bahwa doa itu bukan soal mengubah Tuhan, tapi mengubah si pendoa itu sendiri. Artinya, doa bikin kita lebih fokus, lebih sabar, dan kadang lebih kuat menghadapi kenyataan—meskipun kenyataannya nggak sesuai keinginan. Sementara itu, dari sisi sains, studi oleh Harvard Medical School menunjukkan bahwa doa atau spiritual practice bisa menurunkan stres dan meningkatkan sistem imun. Tapi kalau ngomongin doa bisa langsung mewujudkan keinginan? Hasilnya mixed. Beber...