Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

Saya di Tuduh Tukang Santet

Mengingat kisah ini sungguh bikin senyum senyum sendiri. Bukan karena lucu tapi karena kekonyolan yang di buat oleh penuduh tersebut. Apalagi penuduh tersebut dalam level yang bisa di sebut murobbiah atau ustadzah di suatu pengajian, masih lugu dengan gampangnya menuduh tanpa bukti bahkan tanpa konfirmasi alias tabayun. Bukankah di pengajian yang isinya kebaikkan itu harusnya di dahulukan baik sangka (husnudzon) ketimbang menuduh nuduh gitu? Meskipun saya punya sahabat dukun atau paranormal bukan berarti otomatis saya memiliki kemampuan dukun seperti santet. Kalau makan santet, saya pernah dan suka banget malah (santet ayam dan santet kambing. Haha). Jadi setelah si cinta disuruh oleh murobbiah nya untuk menolak lamaran (khitbah) saya karena saya ini tukang santet, si cinta malah enggak peduli dan saya pun meminta agar berhenti mengaji di pengajian yang di bina oleh murobbiah nya itu. Dan hingga saat ini saya tidak pernah bisa yang namanya santet. Sangat salah tuduhan yang tidak me...

Gimana rasanya? Lumayan!

Setelah menikah, makanan yang wajib di makan adalah makanan bikinan istri. Entah bagaimana pun rasanya, keahlian untuk bermuka manis dan agak di ganteng gantengin saat di tanya, gimana rasanya? Adalah keahlian harus di latih. Katanya sih, sunnah rosul jikalau kita mampu membahagiakan hati istri. Maka kemampuan untuk hal ini, saya latih tiap hari agar makin ahli. Soal rasa makanan istri selalu saya nilai dengan jawaban, lumayan. Jadi saat istri nanya gimana rasanya? Lumayan. Tentu jawaban ini mengambang, tidak signifikan, tidak memuaskan hati istri. Saya jelaskan maksud dan tujuan jawaban lumayan itu adalah sebagai seruan motivasi dan dorongan semangat untuk memasak lebih baik lagi. Sehingga kalau masakannya enak harus di tingkatkan lebih enak lagi. Kalau lah saya menjawab jujur bahwa masakan ini rasanya enak banget. Di khawatirkan di kemudian hari akan terus terusan masak dengan jenis makanan yang serupa.  Apapun masakan nya saya selalu untuk meng imani rasa enaknya masakan bikinan...

Emih, Berbahagialah di Surga Nya

31 Januari 2016 Sms dari mamah terkirim di ponsel saya, innalillah emih (panggilan nenek saya) meninggal. Terkejut akan hal ini, saya menelpon mamah dan bapak. Saat itu saya kerja shift malam,langsung minta izin kepada atasan untuk menguburkan di rangkasbitung (jalupang),tempat kelahiran saya 1989 yang lalu. Terkenang, satu minggu sebelum kepergian emih. Saya dan keluarga menjenguknya. Bapa bilang, takut emih engga ada umur lagi,harus di sempetin ngejenguk. Emih di rawat di rsud rangkasbitung tepatnya di ruangan khusus poli jantung,harus satu persatu masuknya. Melihat kondisinya saya tak kuasa menahan tangis. Bayangkan infus, selang oksigen, banyak kabel yang menenpel di tubuhnya di sekitarnya ada alat alat medis indikator detak jantung dan saya tidak begitu paham fungsinya. Emih bertanya, ini siapa? Ini obi, mih.. Ke sini obi naek motor? Engga mih, naek mobil bareng bapak dan yang lainnya. Semoga emih cepet sehat ya, supaya bisa kumpul kumpul lagi. Obi sekarang jadi item muka...