Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari November, 2015

Nabi Muhammad bukan (hanya) seorang pengusaha

Entah mengapa ada saja yang mempermasalahkan pekerjaan hanya karena dicontohkan rosul. Sehingga pekerjaan selain yang di sunnahkan itu tidak nyunnah. Seperti saat diskusi saya dengan seorang sahabat, dia menyatakan bahwa nabi saja seorang pengusaha masa umatnya tidak mengikutinya? Saya sambut dengan tawa, haha.. Nabi Muhammad bukan hanya seorang pengusaha. Beliau tidak pernah menyalahkan jenis pekerjaan umatnya, terkecuali umatnya yang nyinyir saat ada yang menjadi karyawan. Bahkan ada yang keluar pekerjaan karena mau jadi pengusaha sukses dan itu berlandaskan sunnah rosul katanya. Ya.. Ini pilihan mereka, namun jika itu hanya jadi pelarian agar bekerja dengan santai dan dapat uang banyak dengan mudah. Ini jelas, salah! Tidak ada hasil yang mudah dan seketika berhasil, semuanya butuh proses, semuanya ada ujiannya dan semua ada usaha maksimal tiada henti. Singkatnya, saling dukung dan mendoakan untuk jenis pekerjaan apapun. Jadi pengusaha dan karyawan itu sama saja. Tidak ada yang leb...

Kalau Punya Barang Baru

Akan datang suatu keadaan kalau punya barang baru, ada rasa pamer yang hadir dengan sendiri nya. Meski mencoba untuk belaga tawadhu, biasanya akan muncul perlahan tapi pasti rasa pamer yang tetiba hadir. Seperti rasa menahan buang air besar, ditahan dengan keahlian sedemikian rupa pun pada akhirnya keluar juga pada waktunya. Entah itu punya hape baru, pekerjaan baru, mobil baru, rumah baru, baru nikah, bahkan terkadang baru jomblo pun terkadang ada saja rasa pamer. Sebab di sembunyikan bagaimanapun juga, orang lain pasti tau. Kalau saja di paksa agar tidak di ketahui orang lain, akan sulit. Kecuali kamu hidup sendirian, hanya kamu dan Tuhan yang tau. Dan, kalau punya barang baru kemudian rasa pamer mempengaruhi, coba ikuti saja rasa itu. Liat respon orang lain, kalau dipuji ucapkan dengan merendah, ah ini bukan baru, sudah lama di toko dan cukup sampai situ saja. jika mereka biasa saja, selayaknya kamu pun biasa saja. Jadi tidak usah sedih, berkecil hati. Nikmati saja. Roby Martin

Manajemen Pura Pura

Begitulah kami sering berpura pura. Berpura pura agar di anggap ini dan itu. Apalagi kalau di media sosial, seolah jadi menu wajib untuk mengunduh kepura puraan. Seperti saat foto selfie, pasti segenap kemampuan akan di keluarkan agar terlihat ganteng atau cantik, bermula dari pura pura senyum bahagia meski pada saat bersamaan sedang menyimpan rasa galau. Begitupun dengan pose yang di atur sedemikian rupa supaya nampak seperti artis cover majalah ternama, tentu bukan gaya foto cover yasinan. Di sisi lain kepura puraan ini terkadang perlu. Dikatakan penting sebab bukan termasuk kategori wajib dan penting. Perlu di saat sandal hilang seusai shalat jumat, seketika itu berpura pura dengan mengambil sendal orang lain seolah milik sendiri tanpa merasa berdosa. Bisa juga saat kentut di depan umum maka berpura pura kebauan, menuduh kawan sebelahnya kentut adalah cara mudah terlepas dari dakwaan pelaku kentut. Ada lagi saat nembak pacar atau melamar wanita, saat di tolak maka berpura pura men...